sebuah blog dari saya untuk anda untuk kita dan untuk mereka

Another Widget

Senin, 10 Februari 2014

On 07.49 by Unknown   No comments



Oleh : Irfan Fauzi
Mahasiswa Pendidikan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Sunan Kalijaga
Hingga memasuki akhir Januari 2014 curah hujan untuk beberapa di daerah seperti Jabodetabek, Jawa barat, Jawa tengah, hingga Sulawesi terbilang berintensitas tinggi. Sejak memasuki musim penghujan, tentu masyarakat yang bertempat tinggal di daerah yang memiliki ketinggian tanah rendah selalu merasa khawatir. Kekhawatiran tersebut bersambut saat bencana banjir melanda beberapa daerah yang selalu menjadi langganan banjir, sebut saja ibukota Jakarta yang setiap tahun tenggelam. Namun pada musim hujan tahun ini, tidak hanya DKI Jakarta yang tenggelam. Beberapa daerah yang jarang terkena dampak dari hujan pun turut tenggelam, diantaranya Bekasi, Subang, Indramayu, Pekalongan, Kudus, Pati, Manado, dan masih banyak lagi.
Jika merujuk kepada data Direktorat Pengairan dan Irigasi, Departemen PU, di seluruh Indonesia tercatat 5.590 sungai induk. Dari jumlah ini, 600 sungai induk berpotensi menimbulkan banjir di daerah rawan banjir seluas 1,4 juta hektare. Artinya, potensi setiap daerah untuk terkena banjir selalu ada dan jika tidak diantisipasi dengan baik tentu akan berbuah kebanjiran di berbagai daerah.
Banjir pada dasarnya adalah sebuah akibat. Akibat dari kebiasaan masyarakat yang membuang sampah sembarangan, akibat dari berdirinya hunian di tepi sungai yang turut menyumbang sampah, akibat dari hutan-hutan ditebang dan didirikan villa-villa, akibat dari tata letak kota yang semrawut, akibat dari sistem drainase yang asal-asalan, dan berbagai akibat-akibat lainnya.
Banyak kerugian yang disebabkan oleh banjir , baik kerugian internal maupun eksternal. Secara internal, daerah yang terkena banjir akan menghambat berbagai aktifitas masyarakat, baik aktifitas ekonomi,kesehatan, pendidikan, maupun sosial. Masyarakat kesulitan untuk mendapatkan pasokan pangan karena terhentinya aktifitas ekonomi di pasar. Para supir truck pengantar bahan pangan pun enggan untuk memasuki dareah banjir, karena khawatir akan terjebak macet yang tentu menambah cost pengiriman barang.
Disamping itu, aktifitas pendidikan baik sekolah dasar, sekolah menengah, maupun perguruan tinggi pasti terhambat. Banjir pun menyebabkan munculnya berbagai penyakit yang menimpa masyarakat yang berada pengungsian, seperti kusta dan ISPA. Secara psikologis, masyarakat yang terkena banjir lebih sering mengalami stress dikarenakan berbagai permasalahan yang timbul saat banjir melanda.
Dalam permasalahan ini, tentunya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata. Seluruh elemen masyarakat harus turut andil untuk mencari solusi atas bencana banjir. Beberapa hal yang dapat ditempuh diantaranya pebanguna fisik seperti pembangunan waduk penampungan perlu diperbanyak, perbaikan sistem drainase terutama di wilayah perkotaan harus diperbaiki, perluasan daerah peresapan air perlu ditambah yang dibarengi ketegasan dalam memperketat perizinan pendirian bangunan di wilayah yang menjadi resapan air.
Disisi lain pembangunan non fisik juga mampu mencegah terjadinya banjir. Seperti peningkatan kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan, menjaga kebersihan sungai melalui program bersih sungai yang dilaksanakan secara rutin, menanam bibit-bibit pohon yang mampu menjadi tempat penyimpanan air, dan berbagai program lainnya. Jika hal itu telah ditempuh niscaya Indonesia mampu mencegah banjir datang kembali. Negeri ini begitu indah, jika bukan kita yang merawatnya lalu siapa lagi.