sebuah blog dari saya untuk anda untuk kita dan untuk mereka

Another Widget

Sabtu, 24 Desember 2016

On 16.47 by Unknown   No comments

Oleh Irfan Fauzi
Guru Sekolah Alam Natur Islam


Hari rabu (14/12), di sekolah kami baru selesai mengadakan kegiatan olahrga rutinan, yang diadakan dua kali dalam setahun. Kami menyebutnya Sani Sport Day (SSD). Dalam perhelatan kegiatan ini, seluruh siswa diikutkan dalam berbagai permainan outbond maupun olahraga. Ada Mousetrap, Dutchball, Bola Tangan, Futsal, Badminton, Bakiak, Tarik tambang, barongsai, panahan (archery), pipa bocor, hingga yang paling menantang adalah flying fox.

Selama saya hidup, baru sekali menjajal flying fox dengan ketinggian sekitar 6-7 meter. Itupun saya ikuti saat outbond bersama rekan-rekan les inggris di Pare pada 2015 silam. Rasanya, baru menaiki tangga saja otot-otot disekujur tubuh mendadak lemas. Apalagi saat berdiri di papan pijakan sambil melihat ke bawah. Saya mendadak mual dan pucat. Ini biasanya terjadi bagi para peluncur pemula. Dilalahnya, pada hari rabu kemarin, saya ditunjuk sebagai ketua panitia acara SSD yang salah satu permainannya adalah Flying Fox.

Jujur, saya yang banyak kebingungan karena tidak paham tentang peralatan maupun safety equipment flying fox yang harus disediakan. Untungnya, suami rekan kerja saya di sekolah sudah terbiasa dengan aktivitas outbond termasuk flying fox. Namanya Pak Edy.

Lewat beliau, kami mendadak mendapatkan training singkat mengenai peralatan yang harus dipersiapkan serta teknis peluncuran klien dari atas papan pijakan. Setidaknya, untuk keamanan peluncuran dibutuhkan 6-7 orang. Masing-masing bertugas sebagai pemasang webbing (semcam tali pengaman yang digunakan di badan), bilayer, stopper, jump master, dan pelepas webbing di ujung landasan.

Peralatan flying fox yang dibutuhkan, ternyata banyak memakan biaya. Ada wire/tali kapal, pulley single atau tandom, cabiner dengan berbagai tipe, papan pijakan, tangga bambu, tali prusik, tali tambang, katrol, dan peralatan lainnya. Untuk pembelian pulley saja berkisar antara 300 – 400 ribu rupiah. Yang kami butuhkan kurang lebih 3 pulley single. Setelah pengecekan peralatan, kami menarik kembali wire hingga tegang dan aman untuk digunakan menggunakan katrol.

Mengingat persiapan yang singkat, hanya tiga hari sebelum pelaksanaan SSD, kami tak sempat membersihkan wire dengan cara merendamnya menggunakan solar. Menurut Pak Edy, itu membutuhkan waktu seharian. Belum lagi pemasangan wire dari satu pohon ke pohon lainnya. Waktu kami tidak cukup.

Akhirnya, tibalah pelaksanaan SSD. Pagi-pagi sekali kami sudah berkumpul di area lapang basket sekolah, untuk briefing dan menyiapkan seluruh perlengkapan Flying fox. Sekitar 70an siswa yang akan mencoba flying fox hari ini. Kami, terdiri dari 7 orang dengan masing-masng tugas yang berbeda. Ada yang memasang webbing, safety control, jump master, stopper, bilayer dan lain-lain.
Sembari menunggu persiapan flying fox, saya mengisi beberapa games icebreaker di tengah-tengah 70 siswa/i yang sudah excited melihat peralatan yang kami gunakan. Hal ini bertujuan agar siswa siap secara mental dan mengisi kekosongan acara agar siswa tidak jenuh.

Persiapan rampung. Satu persatu siswa mulai berkumpul dengan kelompoknya. Kami membentuk sepuluh kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari siswa kelas 1 sampai kelas 6. Mereka akan bermain berbagai jenis kegiatan outbond dan mini games secara bergantian. Untuk flying fox, kami membagi peluncuran perkelas. Sehingga, saat sudah siap seluruh anggota kelas berkumpul dan mengenakan webbing.


Peluncuran pertama dilakukan oleh siswa kelas 4. Secara fisik, dia mungil tapi pemberani. Pemasangan webbing sudah dilakukan. Dengan tenang, dia menuju ke tangga flying fox. Sebelumnya, sudah saya kaitkan carabiner ke webbing yang dipasang di pinggang. Ini berfungsi untuk pengamanan saat menaiki tangga. Dengan percaya diri siswa tersebut menaiki tangga dan tak lupa membaca doa. Saat di atas pijakan, rekan saya yang bertugas sebagai jump master memastikan semua ikatan webbing terpasang dengan baik. Carabiner yang mengaitkan pulley dengan webbing pun terpasang sempurna.

Jump Master, memberikan kode sambil bertanya kepada stopper, bilayer, dan seluruh tim apakah sudah siap meluncur atau belum. Jempol masing-masing teracung. Artinya peluncuran siap. Tak lama kemudian, siswa tersebut duduk dengan tenang di tepi pijakan. Kedua kakinya bergelantungan. Sedangkan tangannya memegang erat webbing yang terikat pada pulley. Dalam hitungan detik dia mulai meluncur mulus dan stabil.

“Sreettt,,,,,” suara gesekan pulley dengan wire begitu terasa. 
Tapi, peluncuran tetap aman dan lancar. 


Sebelum menyentuh tanah, stopper menarik tambang yang menahan pergerakan meluncurnya siswa. Dan sebelum dia sampai tanah, rekan saya di ujung landasan sudah memegangnya sembari melepas carabiner. Percobaan pertama lancar dan aman.

Semakin lama, kami semakin terbiasa dan sigap dalam mengatur peluncuran flying fox, dari pemasangan webbing hingga pelepasannya. Untuk tujuh puluh siswa, setidaknya kami menghabiskan 3,5 jam. Kami memulai pada pukul 09.00 dan berakhir pada 12.30. Waktu yang cukup cepat untuk seorang pemula seperti kami. Tepat setelah seluruh peluncuran siswa, hujan gerimis perlahan turun. Semakin lama, hujan semakin deras dan membasahi seluruh area sekolah termasuk flying fox. Maka, segera kami rapihkan peralatan sekaligus istrahat. Hal ini tentunya menjadi pengalaman sekaligus pembelajaran yang berharga buat saya.