sebuah blog dari saya untuk anda untuk kita dan untuk mereka

Another Widget

Selasa, 19 Mei 2015

On 07.01 by Unknown   No comments




Sebagai wilayah yang terkenal dengan Keunikan Kampung Inggrisnya, Pare juga dikenal karena beberapa tempat wisata yang ada disekelilingnya. Seperti, Gunung Kelud yang populer karena letusan dahsyatnya pada 2014 kemarin, hanya berjarak 40 menit dari Pare. Simpang Lima Gunmul (SLG) hanya berjarak sekitar 30 Menitan dari Pare. Disamping itu, masih banyak wisata –wisata kecil lainnya seperti Candi Surowono, Lorong Persembunyian Pangeran Diponegoro, hingga tempat – tempat wisata yang terletak tidak terlalu jauh dari Pare, seperti Kota Batu, Malang, makam Bung Karno di Blitar, hingga Pantai-Pantai selatan yang membentang Indah di Kota Blitar maupun Pacitan.

Sabtu Siang (2/5/2015) saya diajak oleh seorang kawan untuk main ke rumahnya, di kota Blitar yang terletak sekitar 90 Km dari Pare. Ada tujuh orang yang siap memulai petualangan di Kota Blitar. Saya, Yudi, Yoni, Mr. Maro, Abud, Fitri, dan Lina. Kami adalah teman satu Kelas di Program TOEFL ITP di ELFAST.
Perjalanan menuju Blitar cukup ditempuh dalam waktu 1,5 -2 Jam menggunakan motor dengan kecepatan standar. Kurang lebih pukul lima sore, kami tiba di Rumah Yoni. Rumahnya cukup besar dengan kamar tidur yang banyak. Kami pun serasa berada di rumah sendiri, karena di rumahnya saat itu hanya ada adiknya sehingga rumah sebesar itu lebih dari cukup untuk kami tempati.

Kami mulai menelusuri Blitar, pada keesokan harinya, kurang lebih pukul 8 pagi kami sudah bergegas menuju Pantai Tambakudang yang berada di ujung selatan Kabupaten Blitar. Perjalanan menuju Pantai, dari Kota Blitar kurang lebih memakan waktu satu jam. Dengan medan yang cukup menantang. Jalan yang bergelombang serta dipenuhi tanjakan dan turunan karena Pantai terletak di balik bukit. Meskipun demikian, pemandangan yang indah berupa bukit hijau yang ditumbuhi rumput alang-alang lebat khas pantai mampu mengurangi kejenuhan selama perjalanan. Kurang lebih satu jam, kami sudah bisa merasakan basahnya pasir putih Pantai Tambakudang. Untuk masuk pantai ini, kita cukup membayar kurang lebih Rp. 7000 sudah termasuk motor dan tiket masuk 1 orang.

Pantai ini, cukup banyak menarik wisatawan lokal baik dari blitar maupun dari luar kota Blitar. Sehingga saat-saat weekend, akan selalu dipenuhi oleh para wisatawan. Yoni, mengajak kami untuk tidak sekedar menikmati Pantai Tambakudang, tapi juga pantai yang berada di sebelahnya. Terik matahari belum terlalu panas, saat kami menyeberangi sungai kecil dan berjalan melewati bukit yang membatasi pantai tambakudang dan hidden paradise dari pantai ini. Kita hanya perlu berjalan sekitar 2-3km dengan medan tanah merah dan sedikit bebatuan, kita sudah bisa menikmati indahnya “tetangga” dari pantai Tambakudang.
Deretan pasir putih, yang dibatasi bukit berbatu yang senantiasa diterjang ombak menjadi pemandangan yang mempesona dari atas bukit ini. Sepertinya, belum terlalu banyak wisatawan yang datang, karena untuk mencapai pantai ini kita harus melewati sedikit track bukit berbatu. 

Tanpa dikomandoi lagi, teman-teman sudah langsung turun dan “nyebur” berbaur dengan deburan ombak sang pantai. Tidak lupa juga kami mengabadikan momen itu dengan berfoto bersama, mungkin lebh tepat disebut “berselfie bersama”. Memang untuk urusan selfie ini sepertinya tidak pernah mengenal usia, buktinya Mr. Maro yang sudah tidak muda lagi, dibandingkan kami, hehe selalu semangat dan terdepan dalam berselfie ria. Tapi, tak apa yang penting kami bisa tertawa dan melepas penat bersama setelah kurang lebih satu bulan mempelajari grammar dan TOEFL. Saat terik matahari sudah mulai di atas kepala, saat itulah kami harus meninggalkan keindahan pantai tambakudang. 

Perjalanan selanjutnya yaitu menuju makam Bung Karno yang terletak di kota Blitar, dari pantai membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam. Tapi sebelumnya, kami mampir di area wisata kuliner yaitu kampung coklat. Kami tidak berlama-lama di kampung coklat, hanya membeli sedikit coklat lalu makan siang dan langsung menuju makam Bung Karno.

Mendekati makam Bung Karno, jalanan mulai dipadati pengunjung serta cat-cat trotoar pun tidak lagi berpola hitam putih, melainkan merah putih khas dari warna marhaenisnya Bung Karno. Jalanan di sekitar makam Bung Karno tidak bisa dilewati mobil, melainkan hanya bisa dilewati oleh sepeda motor serta becak. Uniknya, mungkin ada 80an becak yang berseliweran memegang nomor antri untuk mencari pelanggan untuk di antar dan dijemput menuju Pemakaman Bung Karno. Saat berada disana, kita seakan-akan berada di tengah-tengah lomba balapan naik becak, karena para tukang becak ini benar-benar menggayuhnya dengan cepat.
Untuk masuk ke makam Bung Karno kita cukup bayar parkir saja, tinggal memilih tempat parkir yang resmi atau yang tidak resmi, maksudnya di sekitar rumah warga, he. Memasuki tempat pemakaman Bung Karno, kami langsung berfoto ria di depan bendera negara-negara peserta Konferensi Asia Afrika (KAA), yang kemarin saat KAA berlangsung di Bandung, mereka juga menyempatkan berkunjung ke makam Bung Karno.

Komplek Makam Bung Karno ini terdiri dari tiga bangunan utama, pertama gedung museum, kedua gedung perpustakaan/koleksi buku tentang Bung Karno, dan ketiga yaitu aula dimana makam Bung Karno dan orang tuanya berada. Sayangnya, karena kami tiba disana sekitar pukul tiga sore pada hari weekend, perpustakaan Bung Karno sudah tutup. kami hanya  sempat melihat-lihat koleksi serta foto-foto tentang Bung Karno di bagian museum. Kemudian, kami juga berksempatan untuk melihat makam beliau dan kedua orangtuanya.

Makam Bung Karno terletak ditengah aula, sedangka di kedua sisinya bersandingan makam kedua orang tuanya. Saat itu, banyak sekali pengunjung yang sedang berziarah sambil membacakan doa-doa serta menaburkan bunga-bunga khas pemakaman. Malah, beberapa pengunjung memberikan beberapa uang ribuan di dekat makam Bung Karno, entah untuk kemakmuran atau mungkin jatah untuk pengurus makam. Oh ya, sebelumnya kami juga sudah ditarik uang masuk saat memasuki makam Bung Karno, kalau tidak salah sekitar 4 ribu satu orang.

Padatnya makam pada sore itu, membuat kami hanya bisa memandangi makam beliau dari jarak yang tidak terlalu dekat, tapi itu cukup membuat kami merasakan begitu hebatnya pengaruh Bung Karno. Hingga jasad fisiknya yang sudah tak bernyawa dan ditutup oleh tanah makam saja masih dikagumi dan dikunjungi ribuan orang tiap bulannya. hal tersebut memang pantas untuk seorang founding father bangsa sekaligus proklamator kemerdekaan negeri ini, hingga sangat tepat apa yang tertulis di bagian atas perpustakaan di komplek pemakaman ini, yaitu “ BUNG KARNO UNTUK INDONESIA”.

Menjelang pukul lima sore, kami kembali ke parkiran motor dan segera meninggalkan kenangan dan petualangan di kota Blitar. Oh ya, tidak lupa juga untuk berfoto lagi di gong perdamaian yang berada di samping komplek pemakaman Bung Karno. Sayonara, semoga bisa berjumpa lagi dengan Blitar dan teman-teman ELFAST Program TOEFL ITP A. Terimakasih Yoni, Fitri, lina, Mr. Maro, abud, yudi dan teman2 lainnya. Semoga sukses selalu.


0 komentar:

Posting Komentar