Sabtu, 11 Februari 2017
On 19.47 by Unknown No comments
Oleh Irfan Fauzi
Laiknya dalam setiap rumah tangga
selalu ada perbincangan yang menarik. Hal- hal kecil pun bisa berubah menjadi
perbincangan yang serius dan debatable.
Sebagai contoh, kebiasaan menyimpan benda-benda kecil secara sembarangan
seperti dompet, smartphone, charger hingga gunting kuku adalah kebiasaan yang
sebenarnya tidak baik. Namun, karena sudah menjadi kebiasaan rasanya sulit
dirubah. Dari hal-hal tersebut tak ayal, kami berdebat mengenai
kebiasaan-kebiasaan kecilku. Disinilah menariknya membangun rumah tangga. Perlu
lebih dari pemahaman dan juga kesabaran.
Kabar baik datang kepada kami,
hampir sebulan yang lalu. Hal yang ditunggu – tunggu bagi kebanyakan pasangan
yaitu kehamilan. Ya, alhamdulillah hampir dua bulan istri saya tak didatangi
tamu bulanan. Setelah diperiksa secara sederhana menggunakan testpack, garis dua merah muncul
beberapa menit setelah di teteskan urine. Artinya, baik samar maupun jelas
garisnya, testpack menunjukkan positif kehamilan. saya dan istri mengucap
hamdalah dan berbahagia.
Setelah mengetahui kehamilan, kami
jadi lebih berhati-hati dalam bertindak. Misal saat perjalanan menggunakan
sepeda motor, pada setiap polisi tidur atau jalan berlubang, saya akan
memperlambat laju motor hingga melintas dengan mulus dan nyaman. Tidak hanya
perjalanan, sekarang, kami begitu pemilih untuk menyantap makanan. Makanan yang
dibakar atau dimasak setengah matang, lalapan mentah, atau buah nanas yang
super legit sekalipun kami hindari. Oh ya saya lupa, tepatnya istri saya yang
harus menghindari. Kalau suaminya, ya semua makanan boleh dong asal halal.
Dengan demikian, praktis tidak
banyak jenis makanan yang bisa dikonsumsi istri. Hanya makanan yang bersih,
bergizi jelas, dan tidak terlalu beraroma yang bisa dikonsumsi. Beberapa hari
kemudian, permasalahan makanan menjadi serius. Hampir setiap makanan yang biasa
dikonsumsi, kini aromanya menjadi sangat menyebalkan bagi istri. Melihat nasi
saja, raut wajah istri berubah, lalu mulai menyunggingkan bibir sekaligus
menutup hidung seraya berkata,
“hmmm, bau bang ah, ga mau, bikini
mual”
Kalau sudah begitu, ya saya harus
lebih kreatif dalam memilah dan memilih makanan yang cocok. Cocok di lidah,
cocok aromanya, dan juga cocok harganya.
Masak-memasak atau semua hal yang
berkaitan dengan dapur juga terasa menyebalkan bagi istri. Semuanya selalu
membuat mual seluruh isi perut. Begitu kata istri. Makanan yang kami makan
akhir-akhir ini, lebih banyak membeli di warung makan, atau sesekali warung
sate. Tapi istri saya kan tidak boleh mengkonsumsi sate. Jadi biar suami saja
yang menikmatinya.
Nah dari banyak keunikan dan
anomali karakter dari istri saat kehamilan menjadikan saya lebih banyak
belajar. Seperti yang saya tuliskan di awal, menjalani rumah tangga butuh
ekstra kesabaran dan pemahaman. Terlebih, mendampingi istri yang sedang hamil.
Menjadi suami siaga – sebutan untuk
suami pendamping istri hamil (SAPIH), harus selalu bisa menerima jika
disalahkan, meskipun bukan kita sumber masalahnya. Memang, hormon ibu hamil
mudah berubah-ubah yang mengakibatkan kepada perubahan karakter dan kesukaan
dalam waktu yang singkat. Contoh, jika kita salah membelikan makanan, lalu
istri tidak suka. Ya terima saja jika disalahkan. Atau ketika saat mau
bepergian keluar tiba-tiba hujan, ya siap siap saja ketika kita yang
disalahkan.
Hal ini juga berlaku dalam
mengkonsumsi makanan. jika hari ini istri menyukai lontong, maka belum tentu
tiga hari lagi dia menyukai lontong. Jika hari ini istri menyukai daging
kambilng belum tentu besok masih suka. Hal penting yang tidak boleh berubah
adalah menyukai suami, jangan sampai keesokannya menyukai suami tetangga. Itu sangat
berbahaya dan tidak dianjurkan.
Jadi, inti dari semua ini adalah
menjadi seorang suami sudah seharusnya bersabar, tulus dan terus meningkatkan
perhatian serta rasa cinta kepada istri. Kita, para pria, tidak pernah tau
rasanya mual saat hamil. Kita juga tidak pernah tau betapa sakitnya proses
persalinan. Maka, menjadi suami haruslah bersabar dan bersyukur. Buktikan semua
itu dengan pengbadian dan perhatian kepada istri. Ingat, cinta itu tidak butuh
pengorbanan lho. Sekali kita merasa berkorban, maka sejak saat itu kita sudah
merasa tidak tulus. Begitu kata Mbah Sudjiwo Tejo.
Demikian catatan dari saya. Mohon
doanya juga ya supaya istri dan kandungannya sehat selalu. Oh ya tidak lupa,
doa terbaik untuk rekan – rekan pembaca yang masih belum bertemu jodoh. Semoga disegerakan
datangnya jodohmu. Jodoh hanya akan datang kalau Allah mengganggap kita sudah
siap. Tidak perlu baper, cukup berdoa dan berusaha.
Jazakumullah Khoiran Katsiran.
Bogor, 12 Febuari 2017
Selasa, 07 Februari 2017
On 07.10 by Unknown No comments
Mengingat kebaikan orangtua,
rasanya tak ada habisnya. Mereka akan melakukan apapun yang terbaik untuk
anaknya. Meskipun, harta dan nyawa yang menjadi taruhannya. pada suatu hari di
saat saya menginjak kelas 3 SD, saya mengikuti study tour bersama para guru.
Kebetulan, bapak menjadi guru di tempat saya sekolah. Saat itu, study tour
diadakan di sebuah kolam renang, Linggarjati, Kuningan.
Kolam renang terdiri dari beberapa
macam. Ada yang dangkal, sedang, ada juga yang dalamnya sekitar 2 meter, khusus
untuk orang dewasa. Ada kolam yang dilengkapi dengan perosotan mini, ada juga
waterboom yang cukup menantang. Pengunjung cukup ramai saat hari libur seperti
ini.
Di usia yang masih 8 tahun, dengan
tubuh yang tidak terlalu tinggi, saya iseng melihat waterboom yang sangat
menantang. Saya masih ragu, karena saya yakin, waterboom ini mengarah ke kolam
dewasa yang sangat dalam. Tiba-tiba, anak SMP dibelakang saya menggendong, dan
mendorong tubuh kecil ini, untuk menaiki waterboom. Rasanya, saya ingin teriak
dan melompat keluar sambil mendengus kesal. Tapi apa daya, tubuhku tetap
terbawa arus gravitasi, dan dorongan dari papan waterboom yang sangat licin.
Hingga di ujung waterboom, saya berusaha menahan yang pada akhirnya hanya
sia-sia. Terdorong oleh anak-anak SMP dibelakang.
“Bruushhhhh”, seketika saya
tercebur. Saya mendadak panik, saat ujung-ujung kaki dan jemari tak kunjung
menyentuh dasar kolam. Sedangkan kepala, dengan sekuat tenaga berusaha saya angkat
ke permukaan agar bisa menghirup oksigen. Kedua tangan, yang tidak bisa
berenang ini, terus bergerak tak jelas, meminta pertolongan. 10 detik lamanya
saya terjebak dalam kondisi itu. huppppp,, satu gelas lebih air kolam sudah
tertelan, saat mencoba menghirup udara di permukaan. Panik. Gemetar.
Untungnya, penjaga kolam sigap
mengangkat saya dengan kedua tangannya. Saya terduduk dipinggir kolam, sambil
memuntahkan air, dan tentunya menangis tersedu-sedu. Bapak, dengan rona wajah
yang cemas bercampur panik, langsung menghampiri. Menanyakan kenapa saya bisa
naik waterboom itu. saya pun menceritakannya sambil tetap menangis dan sedikit
shcok.
Sore itu, kami pamit kepada
rekan-rekan ayah. Sebuah topi, yang menjadi topi favorit saya saat itu, harus
tertinggal di kolam renang yang menyisakan kenangan mengerikan. Gara-gara topi
tersebut, saya menangis dan terus merengek selama perjalanan di bus Luragung.
Bapak, tak henti - hentinya menenangkanku, sambil memeluk dan berjanji akan
membelikanku topi yang baru.
Mengingat kejadian itu, betapa
khawatirnya seorang Bapak saat mengetahui anaknya yang berada dalam kondisi
berbahaya terlebih kondisi tersebut diciptakan oleh si anak yang polos dan
ingin serba tahu. Suatu saat nanti, saya juga akan memiliki perasaan yang sama
kepada anak-anak saya. Secara sederhana, seperti itulah kasih sayang seorang
Bapak.
Langganan:
Postingan (Atom)