sebuah blog dari saya untuk anda untuk kita dan untuk mereka

Another Widget

Minggu, 01 Juni 2014

On 00.20 by Unknown   No comments


Pemilihan legislatif pada April 2014 menyisakan berbagai tantangan bagi partai politik untuk menyusun strategi dalam Pilpres Juli mendatang. Tidak adanya partai yang mencapai ambang batas 20% mengharuskan setiap partai politik untuk berkoalisi demi mengusung capres-cawapres.Alur koalisi terlihat jelas saat pendeklarasian Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta. Pasangan Joko Widodo - Jusuf Kalla diusung oleh PDI-P, PKB, Nasdem, dan Hanura. Sedangkan Prabowo Subianto- Hatta Rajasa diusung oleh Gerindra, PAN,PKS, PPP, PBB,PKPI, dan Golkar. Kedua pasangan capres-cawapresini pun melakukan pendeklarasian di hari yang sama (18/5), namun berbeda tempat. Jokowi-JK di Gedung Joeang 45 sedangkan Prabowo-Hatta di Gedung Polonia. 
Terlepas dari komposisi koalisi di atas, para capres dan cawapres harus mampu membuat masyarakat percaya dengan sepenuh hati untuk memilihnya pada pilpres mendatang. Kepercayaan yang dibangun antara capres dan cawapres sebagai calon pemimpin dengan masyarakat sebagai calon yang dipimpin tidak akan bisa didapatkan melaui pencitraan, money politic, pembelian suara, dan konspirasi politik lainnya.
Pencitraan yang dilakukan setiap capres dan cawapres dengan sendirinya akan terbongkar. Sebuah pepatah klasik mengatakan “sepintar-pintarnya menyembunyikan bangkai, suatu waktu pasti akan tercium baunya”. Capres yang hanya mempertontonkan kepura-puraanya untuk blusukan atau terjun ke masyarakat kemudian diliput oleh media massa sungguh tidak akan menarik simpati masyarakat.
Money Politic yang dikemas dengan berbagai macam produk baik pemberian bantuan kepada yayasan-yayasan sosial, tempat ibadah, sekolah-sekolah, ataupun langsung kepada individu-individu sungguh tak akan mampu merebut hati sang pemilih, jikapun sang pemilih memutuskan untuk memilih sang pemberi uang tentu dia memilih bukan dengan hati, melainkan memilih karena karena materi.
Meminjam pernyataan dari sang founding father bangsa, Mohammad Hatta bahwa “setiap pemimpin yang menyerukan dirinya dalam golongan rakyat telah mengetahui lebih dahulu bahwa hidupnya tidak akan selama-selamanya akan tidur di atas kasur kapas yang enak ”. Makna filosofis dari pernyataan ini yakni seorang pemimpin harus siap untuk menjadi “miskin”, demi mengedepankan kesejahteraan rakyatnya. Jika kita melihat realitas pemerintahan Indonesia saat ini, gaya hidup yang ditunjukkan oleh pemimpin-pemimpin kita sangatlah bertentangan dengan filosofi “siap miskin” di atas. Gaya hidup yang mengedapankan kemewahan serta elitis sangat kental sekali dengan para pemimpin kita, apalagi sekelas presiden. Kesederhanaan pun hanya dijadikan sebagai pencitraan pada saat-saat kampanye.

Cermat Memilih
Pada 9 Juli Mendatang, nahkoda kepemimpinan negeri dengan lebih dari 17.000 pulau selama lima tahun kedpan akan ditentukan. Para pemilih pun dituntut jeli dalam menentukan hak pilihnya. Jangan sampai terjebak pada adagium “beli kucing dalam karung”. Merujuk kepada data Badan Pusat Statistik (BPS)  bahwa pada tahun 2014, hak suara didominasi oleh pemilih muda yang berusia sekitar 17-50 tahun yang mencapai 50-60 juta. Pemilih muda ini termasuk ke dalam generasi ke- X. Don Tapscott menyebutnya dengan generasi digital. Tipikal generasi digital ini lebih spontan, fleksibel, peduli terhadap lingkungan serta mandiri dalam menentukan pilihan.
Tentunya pemilih muda ini adalah generasi yang tidak terjebak dalam adagium “beli kucing dalam karung”. Mereka adalah generasi yang cermat dalam menentukan pilihan, sehingga sangat sia-sia jika para capres-cawapres mengedepankan pencitraan atau penokohan personal semata. Dengan demikian  mereka akan cenderung untuk memilih capres-cawapres yang nirpencitraan serta siap “miskin” demi memperjuangkan kepentingan rakyatnya.Agaknya pepatah kuno yang mengatakan Leiden is lijden, “memimpin adalah menderita” harus dipegang teguh oleh para capres-cawapres agar kelak para pemilik suara yakin bahwa presiden dan wakil presiden yang terpilih mampu mewujudkan keadilan sosial dan ekonomi di bumi pertiwi.


Irfan fauzi 
Mahasiswa Pendidikan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi
  UIN Sunan Kalijaga


0 komentar:

Posting Komentar