Senin, 15 September 2014
On 19.13 by Unknown No comments
9 Agustus 2014
Sarjana, sebuah kata penting bagi
pemuda-pemudi yang sedang berjuang di bangku kampus. Setiap mahasiswa tentu
mendambakan nama tambahan berupa gelar yang di mulai dengan huruf S. Dalam
perkembangannya gelar sarjana mengalami penyempitan makna. Jika dahulu gelar
sarjana disebut untuk alumnus S1, S2, dan S3 . Tidak heran jika dahulu sebelum
organisasi cendekiawan muslim indonesia dengan nama ICMI dibuat, pernah dinamai
sebagai Ikatan Sarjana Muslim Indonesia. kini gelar sarjana biasa kita gunakan
hanya untuk panggilan alumnus S1.
Pagi itu sekitar pukul 10.30 aku berangkat
menuju kampus putih tercinta, UIN Sunan Kalijaga dengan mengendarai Revo 110 cc
yang diamanahi ayahku. Tujuan ku berangkat ke kampus saat weekend hanya satu,
yaitu Wisuda. Bukan aku yang wisuda, tapi teman-temanku. Teman seperjuangan
dalam menempuh studi di kota gudeg. Teman prodi, teman organisasi, teman etnis,
teman fakultas, dan teman lainnya.
Gerbang kampus timur yang biasa
sepi, kini padat dan ramai dipenuhi oleh para keluarga wisudawan wisudawati.
teman-teman mahasiswa yang berasal dari pedesaan, serta minim masyarakat yang
ngampus maka mereka pasti akan membawa keluarga besarnya. Tidak hanya orang
tua, kakak, atau adik . Saudara dari ayah, ibu, hingga kakek, nenek, bahkan
tetangga pun diajak untuk menghadiri wisuda sang mahasiswa. Hal ini menjadi
kebanggaan tersendiri bagi keluarga si mahasiswa. Karena secara strata sosial
seorang sarjana menempati posisi kelas menengah bahkan mampu menempati posisi
puncak jika kita mengikuti kelas sosial nya Marx. Sehingga wajar saja hari itu
kawasan Gedung Multipurpose,poliklinik, masjid, hingga laboratorium saintek
penuh oleh sanak saudara wisudawan wisudawati.
Raut wajah gembira serta gelisah
yang menyelimuti para pengunjung MP pagi itu. Aku pun turut menyapu pandangan
ke sekitar pintu Keluar gedung Multi Purpose. Hingga muncul beberapa teman yang
kutunggu-tunggu. Jabat tangan dengan senyum sumringah menyapaku siang itu.
Dengan berbalutkan baju hitam panjang, serta toga di kepalah khas para
wisudawan aku mengucapkan selamat kepada mereka. Setelah itu, seakan-akan kami
mengiykan analisa yang dikemukakan Don Tapscot dalam bukunya Grown Up digital
mengenai net generation. Narsis dan berfoto bersama tak mungkin terlupakan di
momen sepenting ini. Itulah ciri khas dari kaum Net Generation.
Belum lama rasanya kami studi di
kampus ini. Sekitar 4 tahun yang lalu, dengan muka polos dan status sebagai
mahasiswa baru kami bersama-sama menjalin ikatan pertemanan. Saat ini sudah
saatnya mereka mengabdikan ilmu yang telah didapat selama studi di luar sana.
Di tatanan masyarakat sesungguhnya. Di kehidupan nyata, tempat idealisme dan
realitas beradu.
Hingga pukul 13.30, suasana
kampus masih ramai dipadati euphoria para wisudawan. Hingga setengah jam
kemudian, perlahan suasana kampus kembali sepi. Teman-temanku secara bergilir
berpamitan untuk kembali kepada pangkuan keluarga. Hanya beberapa jam saja
keceriaan ini hadir, setelahnya mungkin mereka mengalami kegalauan klasik.
Setelah wisuda mau kemana? Beruntung bagi yang sudah bekerja. Bagi yang belum
pasti mereka memikul beban moral dari ekspektasi keluarga nya, rekan-rekannya,
hingga pasanganya.
Seberapa besar badai dan topan
menghadangmu, semoga kalian tetap tegar untuk berjuang mengabdikan diri kepada
entitas disekitar, agar ilmu yang didapat
bisa diamalkan dan memberi manfaat. Bagaimana pun kalian adalah para
sarjana, sebuah gelar akademis yang patut dipertanggunjawabkan selama jantung
masih berdegup. Sampai jumpa kembali
Sarjana Abadi !
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar