Selasa, 14 Oktober 2014
On 00.53 by Unknown No comments
Oleh Irfan
Fauzi
Mahasiswa
Pendidikan Fisika
Fakultas
Sains dan Teknlogi UIN Sunan Kalijaga
Belum lama ini, Indonesia baru saja merayakan
HUT TNI yang ke -69 tepatnya pada 7 Oktober kemarin. Di usia yang sama tuanya
dengan usia NKRI, TNI melewati masa yang panjang dengan rentetan track
record yang tak bisa dilupakan oleh sejarah. Track record baik pasti
dikenang dan di dendangkan masyarakat, sedangkan track record buruk juga
dikenang namun dikecam masyarakat.
TNI secara historis merupakan abdi negara
yang lahir dari rahim rakyat. Saat itu bernama Badan Keamanan Rakyat yang
berfungsi untuk mencegah para kolonialis kembali berkuasa di tanah air. Pada tanggal 5
Oktober 1945 berubah nama menjadi Tentara Kemanan Rakyat dan pada periode
selanjutnya menjadi Tentara Rakyat Indonesia (TRI). Barulah pada 1947 TRI
berubah menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia) hingga sekarang, meskipun pada
tahun 1962 sempat berubah menjadi Angkatan Bersenejata Republik Indonesia
(ABRI) yang diakibatkan oleh kondisi sosio-politik saat itu.
Kiprah TNI di masa lampau dalam
mempertahankan keutuhan NKRI terhadap ancaman dari luar maupun dalam negara
patut kita apresiasi bersama. Ancaman
dari luar seperti Agresi Militer Belanda pasca kemerdekaan terus menerus menggempur NKRI, sedangkan ancaman dalam
negeri seperti pemberontakan yang terjadi pada tahun 1950-1958 yaitu pemberontakan di Bandung
(pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil/APRA), di Makassar Pemberontakan Andi
Azis, dan di Maluku pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS). Sementara itu,
DI TII Jawa Barat melebarkan pengaruhnya ke Kalimantan Selatan, Sulawesi
Selatan dan Aceh. Tidak ketinggalan, Pada tahun 1958 Pemerintah Revolusioner
Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI/Permesta) melakukan
pemberontakan di sebagian besar Sumatera dan Sulawesi Utara yang sungguh
mengancam keutuhan NKRI . Puncak dari perjuangan TNI saat itu adalah melawan
dan menumpas PKI yang kemudian kita kenal dengan G30S/PKI Semua itu berhasil
ditumpas oleh TNI berkat kerjasama dengan seluruh komponen bangsa lainnya.
TNI Sebagai alat negara tidak seharusnya mengikuti jejak masa
lampau yang terseret arus politik terutama di masa pemerintahan Orde Baru. Saat
itu sangat bias membedakan mana politik kepentingan nasional dan politik
kepentingan negara. Tak ayal kondisi itu, membuat TNI menjadi kaki tangan
penguasa Orde Baru. Para petinggi TNI
pun turut terlena dalam pusaran politik yang menguntungkan untuk diri dan
golongannya. Dualisme TNI sebagai abdi negara dan abdi politik seharusnya tidak
terjadi lagi di masa Reformasi ataupun setelahnya.
Saat ini perjuangan TNI haruslah kembali pada Jati Diri TNI.
Jati diri TNI yakni kembali kepada masyarakat , kembali menjadi kepanjangan
kepentingan nasional bukan kepentingan penguasa dan golongan. Tugas operasi
militer non perang menjadi alternatif
maksimalisasi fungsi dan peran TNI di masa kini. Babinsa sebagai barisan pertama dari TNI yang
langsung terjun ke masyarakat tentu dapat melakukan tugas ini. Operasi militer
non perang seperti mengatasi pemberontakan di daerah, mebantu tugas perdamaian
dunia, menanggulangi akibat bencana alam, pemberian bantuan kemanusiaan, serta pencegahan
pencurian sumber daya alam adalah hal yang sangat terasa manfaatnya oleh
masyarakat saat ini.
Untuk kembali pada jati diri TNI, kiranya
perlu dikembangkan nlai intelektualitas/kapasitas intelektual dari setiap
prajurit TNI. Apalagi di era perkembangan teknologi informasi, pengetahuan
akan informasi lokal dan global menjadi nilai tambah bagi setiap prajurit TNI.
Kelak TNI tidak hanya menjadi solusi permasalahan konflik fisik saja,
permasalahan sosio-kultural di tengah masyarakat juga menjadi bagian dari
kapabilitas TNI. Inilah saatnya kembali TNI menjadi pelopor perdamaian ditengah
masyarakat bahkan menjadi pelopor perdamaian dunia. Karena itu lah jati diri
TNI yang sesungguhnya. Dirgahayu TNI!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar