sebuah blog dari saya untuk anda untuk kita dan untuk mereka

Another Widget

Rabu, 29 Oktober 2014

On 01.11 by Unknown   No comments




Oleh Irfan Fauzi
 Ketua BPL HMI Cabang Yogya
Bidang Penelitian dan Pengembangan
 
“Berikanlah aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncang dunia”- Soekarno

Tidak berlebihan apa yang disampaikan oleh salah satu proklamator di atas. Pemuda merupakan motor dari penggerak kemerdekaan. Catatan sejarah mengenai peran pemuda dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan NKRI rasanya sudah cukup banyak dijadikan contoh. Bahkan tak sedikit pemuda-pemuda yang menjadi pemimpin besar, sebut saja Mohammad Yamin, Soekarno, Hatta, Syahrir, dan Tan Malaka. Lahirnya sumpah pemuda merupakan bukti kekuatan pemuda pada masa –masa pra kemerdekaan tepatnya pada 28 Oktober 1928. Saat itu seluruh kumpulan pemuda daerah di Indonesia seperti jong celebes, jong java, jong sumateranen, jong bataks, jong islamiten bond, jong ambon, dan pemoeda kaoem betawi, bersatu untuk meneguhkan dan merebut kemerdekaan Indonesia melalui sebuah ikrar yang berisi tiga ide yaitu satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa.

Kini, 86 tahun telah berlalu sejak Sumpah Pemuda di ikrarkan oleh Mohammad Yamin dan kawan-kawan, pemuda-pemuda Indonesia dihadapkan pada tantangan baru. Tantangan untuk menjaga kebudayaan Indonesia agar bisa bersanding dengan modernitas di level internasional. 

Indonesia sebagai negeri dengan penduduk terbanyak ke-empat di dunia menjadi pasar potensial dan menggiurkan bagi para pelaku bisnis. Pop culture dengan begitu mudahnya diterima oleh masyarakat Indonesia, sebut saja Korean Pop, Japan Pop, hingga bollywood yang kini naik pamor berkat film-film roman klasik yang menggambarkan kisah para dewa di India. Pop culture seperti yang disebutkan di muka memiliki kekurangan dan kelebihan bagi masyarakat. Kelebihannya tentu masyarakat semakin mengenal dunia internasional dengan mengetahui kebudayaan negera lain, cara hidup, cara berkomunikasi, bahkan bagi sebagian pemuda pop culture bisa menjadi inspirasi. Mulai bermunculan boyband dan girlband yang terinspirasi dari K-Pop adalah contoh kecil dari sisi kreatifitas masyarakat kita dalam menerima budaya pop terlepas dari sentimen tentang K-Pop. 

Namun, ada hal yang kita lupakan bahwa pop culture secara perlahan mulai menggerus budaya Indonesia yang secara tidak langsung kita menjadi objek ekspansi budaya pop. Padahal Indonesia sangat kaya akan budaya tradisional yang begitu beragam dari berbagai daerah. Di bidang seni tari saja begitu beragamnya jenis tarian yang kita miliki. Sebut saja tari saman dari Aceh, tari piring dari Minangkabau, tari jaipong dari Jawa barat, Reog Ponorogo, Tari Bedaya dari Yogya dan masih banyak lagi. Namun para pemuda secara perlahan meninggalkan budayanya sendiri. Hanya segelintir pemuda yang dengan bangga melestarikan budaya tradisional daerahnya.

Menghadapi AFTA
Tak lama lagi Indonesia akan menghadapi Asean Free Trade Area (AFTA) pada 2015 mendatang. Dimana para pelaku bisnis akan lebih leluasa untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia.  Mungkin saja Indonesia hanya akan menjadi objek pasar jika masyarakat tidak serius mempersiapkan potensi yang dimiliki dalam menghadapi AFTA. Sadar atau tidak pop culture yang sudah membaur dengan masyarakat Indonesia adalah langkah awal negara-negara luae dalam menjalankan peran sebagai Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Lalu apa yang kita dapatkan? Kita hanya akan menjadi konsumen, penikmat, bahkan objek dari pergerakan pasar ASEAN. Sangat merugi jika hal itu terjadi karena secara tak langsung kita memasuki sebuah penjajahan baru, yaitu penjajahan ekonomi dan budaya.

Salah satu peluang yang kita punya untuk menghadapi AFTA adalah budaya khas Indonesia. Budaya yang begitu melimpah jika mampu kita kemas dan kembangkan niscaya budaya Indonesia mampu untuk go international. Lihat saja angklung, yang kini sebagian masyarakat eropa dan amerika pun mengenalnya bahkan bisa memainkannya. Batik, yang kini sudah dipatenkan sebagai budaya khas Indonesia oleh UNESCO menjadi daya tawar yang strategis bagi perkembangan tekstil dan busana di Indonesia.

Masih banyak lagi budaya kita yang belum dikenal oleh masyarakat dunia, oleh karena itu kita sebagai pemuda Indonesia sudah seharusnya melestarikan budaya-budaya khas Indonesia yang bisa dimulai dari daerahnya masing-masing. Agar kelak, kita bisa melakukan “ekspansi budaya” tidak hanya di negeri-negeri ASEAN juga ke seluruh negara di dunia. Indonesia pun akan mampu bersanding dengan negara-negara maju lainnya dengan berpijak kepada budaya lokal sebagai daya tawar internasional. Inilah redefinisi dari Sumpah Pemuda di masa kini.


0 komentar:

Posting Komentar