Senin, 03 November 2014
On 03.33 by Unknown No comments
Oleh
Irfan Fauzi
Mahasiswa
Pendidikan Fisika
Fakultas
Sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga
Kini
Indonesia memasuki sebuah era baru. Di bawah kepemimpinan Joko Widodo
dan Jusuf Kalla masing-masing sebagai Presiden dan Wakil Presiden,
dengan 34 Menteri yang baru dilantik senin (27/10), siap membawa
Indonesia memasuki era baru. Semua perhatian publik nasional tertuju
kepada para pemimpin negara, banyak harapan akan kehidupan yang lebih
sejahtera dan makmur ditujukan kepada “Kabinet Kerja”. Sehingga
tidak ada lagi pameo yang berkata “ Teruslah
bekerja, jangan berharap pada negara”.
Karena negara dan pemerintah ada untuk mensejahterakan rakyat bukan
dibiarkan sebagai formalisme lembaga kenegaraan semata.
Banyak
pekerjaan rumah yang harus diselesaikan kabinet kerja yang dipimpin
jokowi dalam berbagai bidang baik ekonomi, sosial, politik,
pendidikan, pertahanan, keamanan, dan lainnya. Tentu yang paling
utama adalah mentransformasikan revolusi mental yang menjadi ide
utama dari Kabinet Kerja. Revolusi mental sejatinya bukanlah sesuatu
yang baru, saat pidato kemerdekaan 17 Agustus 1956 Bung Karno juga
menggunakan istilah ini untuk merubah ‘mental’ rakyat Indonesia
kala itu yang masih trauma dengan budaya kolonialisme. Tetapi hingga
kini, revolusi mental masih sebatas wacana yang belum melembaga ke
setiap sektor. Meskipun Indonesia memasuki era reformasi, namun
budaya korupsi, kolusi, nepotisme, intoleransi terhadap perbedaan
suku, agama, dan ras adalah sisa-sisa peninggalan Orde Baru. Untuk
itu penting sekali transformasi revolusi mental yang diusung Kabinet
Kerja agar terwujud secara perlahan.
Revolusi
Mental dan Kurikulum 2013
Ada
kedekatan antara revolusi mental dengan pendidikan kita saat ini.
Revolusi mental menurut Karlina Supelli diartikan sebagai perubahan
mental atau cara hidup yang tidak hanya berada pada ranah moral saja,
tapi juga tindakan ragawi. Karlina menegaskan agar masyarakat tidak
keliru dalam mengartikan revolusi mental. Sejatinya revolusi mental
adalah bentuk sebab akibat dari dunia mental dengan pengalaman
ragawi. Cara berpikir, cara memandang masalah, cara merasa, cara
berprilaku/bertindak adalah kontekstualisasi dari mental.
Mentalitas
yang ingin dicapai kabinet kerja sebagai ide pembangunan moral
sebenarnya memiliki ritme yang sama dengan ide pembelajaran pada
Kurikulum 2013. Dalam Kurikulum 2013, pembelajaran ditekankan kepada
pendekatan saintifik yang terlembaga kepada lima proses yaitu
mengamati, menanya, eksperimen/mengumpulkan informasi,
menalar/menganalisis, serta membuat jejaring/mengkomunikasi. Dalam
lima proses tersebut, setiap siswa dituntut agar mampu menerapkan
sikap ilmiah seperti jujur, objektif, dan akuntabel selama proses
pembelajaran.
Disamping
itu, Kurikulum 2013 menuntut peserta didik agar mampu mencapai tiga
kompetensi yaitu kompetensi sikap yang terlembaga kepada sikap
spiritual dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi
keterampilan. Sikap spiritual yaitu sikap yang diharapkan dari siswa
mengenai kesadaran beragama sesuai agamanya masig-masing. Sikap
sosial berkenaan bagaimana siswa bersikap kepada sesama temannya dan
kepada masyarakat sekitar. Disini siswa dituntut untuk bisa bersikap
jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, gotong royong, santun,
responsif, dan proaktif selama pembelajaran. Kompetensi pengetahuan
berkaitan dengan ontologi dari mata pelajaran yang sedang dipelajari
baik secara faktual, konseptual, serta prosedural yang diimbangi
dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, dan peradaban. Sedangkan
kompetensi keterampilan berkaitan output praktis siswa yang
diharapkan mampu menyajikan hingga mencipta secara konkret dari
pengembangan mata pelajaran yang dipelajari.
Pesan
moral dalam Kurikulum 2013 di atas merupakan bagian dari mentalitas
yang ingin dicapai dalam revolusi mental. Untuk itu implementasi
Kurikulum 2013 harus didukung secara penuh oleh pemerintah dalam hal
ini Kabinet Kerja yang dipimpin Jokowi. Jangan sampai kealfaan
pemerintah terhadap masalah-masalah implementasi Kurikulum 2013 di
lapangan akan menjadi penghambat. Infrastruktur, kompetensi pendidik,
buku pembelajaran, serta hal lain yang berkaitan dengan kurikulum
2013 harus disiapkan secara matang. Jika pelaksanaan Kurikulum 2013
mampu diterapkan secara ideal, maka secara bersamaan revolusi mental
pun akan terwujud yang di mulai dari pendidikan. Semoga !
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar