sebuah blog dari saya untuk anda untuk kita dan untuk mereka

Another Widget

Kamis, 20 November 2014

On 04.09 by Unknown   No comments



Oleh Irfan Fauzi
Mahasiswa Pendidikan Fisika
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga

Bulan November menjadi penanda datangnya musim hujan di Indonesia, khususnya Yogyakarta. Musim penghujan pada musim ini sepertinya agak terlambat jika kita merujuk pada prakiraan cuaca yang diumumkan oleh Badan Meteorologi dan Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang menandakan musim hujan akan turun pada bulan Oktober. Di Yogyakarta sendiri hujan turun di minggu pertama November yang membasahi beberapa bagian ujung Utara daerah lereng Gunung Merapi hingga Ujung  Selatan daerah Bantul di kemudian hari.

Memasuki musim hujan sebagian besar masyarakat menyambutnya dengan suka cita. Terutama para petani padi yang sangat membutuhkan pengairan di sawahnya begitu pula dengan warga di daerah Gunung Kidul, beberapa kawasan Bantul, maupun Kulonprogo  yang kesulitan mendapatkan air bersih. Namun, datangnya musim hujan jika tidak diiringi dengan sikap manusiawi sangat mungkin akan menjadi masalah bagi beberapa wilayah. Akibat manusia yang tidak bersikap manusiawi dengan membuang sampah ke sungai, menebang pohon secara liar, serta  padatnya pembangunan di sekitar kawasan drainase membuat alam turut ‘mengamini’ akibat dari kelalaian manusia dalam bersikap. Banjir, longsor, pohon tumbang, dan fenomena alam lainnya menjadi peringatan akan kecerobohan sikap manusia yang tidak manusiawi.

Pendekatan Anthropogenic
Untuk itu, agaknya perlu adanya kesepahaman terhadap masing-masing individu untuk menganggap bahwa banjir, longsor, dan fenomena alam musiman lainnya bukanlah sebuah bencana melainkan sebuah akibat dari faktor manusia (anthropogenic). Hal ini diperkuat oleh kajian FKS Chan dan kawan-kawan Universitas Leeds (2012) menemukan bahwa risiko banjir di kawasan mega-delta Asia sangat ditentukan beberapa faktor anthropogenic, seperti pertumbuhan populasi, penurunan muka tanah akibat pengambilan air tanah, serta peningkatan timbunan sedimen akibat erosi dan pembuangan sampah di kawasan hulu.

Jelas bahwa faktor anthropogenic adalah salah satu hal yang menyebabkan terjadinya fenomena alam destruktif terlepas dari faktor perubahan iklim yang tak terduga. Oleh karena itu penanganan yang dilakukan harus melalui pendekatan kemanusiaan. Perubahan mental masyarakat di setiap wilayah untuk menekankan pentingnya menjaga lingkungan hidup perlu di lakukan baik melalui perangkat desa maupun dari pihak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Disamping itu perlu adanya koordinasi kepada seluruh perangkat desa untuk siaga terhadap bencana dan melaporkan kepada BNPB jika terdapat tanda-tanda bencana. Selain itu penanggulangan yang dilakukan pemerintah haruslah bersifat jangka panjang seperti restorasi danau dan rawa, sistem drainase kota yang berkelanjutan, dan fasilitas penampungan hujan buatan.

Pendekatan Yuridis
Secara yuridis, dalam Pasal 1 UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, bahwa yang dimaksud sebagai bencana adalah ”peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. 

Dalam pasal tersebut di jelaskan bahwa penyebab bencana bisa merupakan faktor alam maupun faktor non alam maupun faktor manusia (anthropogenic). Maka jika sebuah bencana terjadi akibat faktor manusia, patutnya kita memperhatikan UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menetapkan ”kerusakan lingkungan” sebagai akibat perusakan lingkungan oleh manusia . Dalam UU ini setiap individu yang merusak lingkungan hidup wajib menanggulangi, memulihkan, dan mengenalikan kerusakan lingkungan hidup. Disamping itu, juga terdapat hak perlindungan bagi pihak yang mengadukan adanya perusak lingkungan hidup. 

Dengan demikian penanggulangan terhadap bencana terutama pada musim penghujan dapat dilakukan melalui dua pendekatan di atas. Secara manusiawi, merupakan kewajiban bagi manusia untuk menjaga lingkungan hidup di sekitarnya, maka jika manusia “khilaf” dan melakukan tindakan destruktif terhadap lingkungan langkah  selanjutnya adalah pendekatan yuridis melalui proses hukum yang ada.




0 komentar:

Posting Komentar