sebuah blog dari saya untuk anda untuk kita dan untuk mereka

Another Widget

Minggu, 05 Juli 2015

On 21.47 by Unknown   No comments



Waktu itu (5/6/2015), masa belajar saya di Pare Kediri sudah hampir habis. Saya berinisiatif untuk mengajak teman - teman seperjuangan di Pare untuk berwisata ke alam terbuka sebelum kita kembali ke kampung halaman masing-masing. Setelah berdebat cukup alot mengenai tempat dan waktu untuk berwisata, akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke Puncak B-29. Sebuah puncak gunung yang berada di desa Argosari, Senduro, pegunungan Tengger, Lumajang.

Perjalanan dari Kediri ke Lumajang

Kami berangkat ber-enam menggunakan tiga sepeda motor. Saya dan Yudi berboncengan; Ajin, (alumnus UNHAS Makasar) berboncengan dengan Finda (alumnus Univ. Negeri Malang), sedangkan Hamdan (Alumnus UNSRI Palembang) berboncengan dengan Ima (alumnus UNESA). Oh ya, kami berenam kenal saat kursus di Kresna, salah satu lembaga kursus bahasa inggris di Pare.

Setelah persiapan dirasa cukup seperti persediaan makanan, minuman, dan alat-alat camping lainnya, pagi itu sekitar pukul 10.30 WIB kami berangkat. Rute yang kami tempuh melalui Pare-Jombang-Mojokerto-Pasuruan-Bangil-Probolinggo-Lumajang-Senduro-Argosari. Berdasarkan perkiraan kami, waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke lumajang adalah 4 jam. Tapi, faktanya benar-benar jauh diluar dugaan kami. Setelah menempuh empat jam kami baru sampai kabupaten Mojokerto. Meskipun sebenarnya kami sempat istirahat untuk shalat Jum’at sejenak di Kabupaten Jombang.

Sungguh, perjalanan dari Mojokerto menuju Lumajang masih sangat Jauh. Saat waktu ashar sudah lewat (pukul 15.30 WIB), kami baru sampai di Kabupaten Pasuruan. Padahal kami sudah memacu gas motor konstan berada pada kecepatan 80-85 km/jam. Meski demikian, karena kami sudah terlalu jauh untuk pulang, mau tidak mau kami meneruskan perjalanan meski dengan fisik yang lelah serta motor yang panas. Kammi tetap melaju stabil. Akhirnya setelah menempuh perjalanan kurang lebih 8 jam kami sampai di perbatasan Kabupaten Lumajang, berbarengan dengan waktu Magrib tiba. Kami shalat magrib sejenak di masjid serta mengisi perut yang sedari siang belum diisi di warung nasi goreng pinggir jalan.Hanya sepiring nasi goreng merah dengan rasa yang cukup aneh yang mengisi perut kami malam itu. Kurang lebih pukul 19.30 WIB kami kembali melanjutkan perjalanan menuju kawasan pasar Senduro. Sejam kemudian kami sudah berada di kawasan Pasar Senduro. Jalan yang kami lewati mulai menanjak perlahan, hingga beberapa kali kami lewati tanjakan curam yang disisinya terdapat kawasan pepohonan pinus.

Pukul 21.00 WIB kami tiba di pertigaan antara arah Ranupani Gunung Semeru serta arah puncak B-29. Kami memilih jalan lurus menuju Puncak B-29. Setelah bebera menit kami memasuki area perhutanan. Jalannya terbuat dari tanah becek yang habis diguyur hujan. Tidak ada penerangan sama sekali. Suasana area itu sangat gelap, hanya sedikit suara serangga- serangga hutan. Kami punya firasat buruk, meskipun jalan yang ditunjukkan “plang” sudah benar. Akhirnya kami memutuskan balik arah, dan mengendarai motor ke arah pemukiman warga di Pasar Senduro.

Pukul 21.30 WIB, suasana desa sudah sunyi. Hanya beberapa motor yang dikendarai remaja-remaja melintas di jalanan desa. Kabut putih mulai turun menambah hawa dingin malam itu.Rintikan hujan pun perlahan semakin ramai menghujani kami. Finda dan Ima berinisiatif untuk bertanya ke warga sekitar. Akhirnya, kami dipersilahkan masuk ke dalam sebuah rumah warga. Mereka sangat ramah dan baik kepada kami, yang pada malam itu benar-benar kedinginan dan sedikit basah. Ada dua Bapak-bapak (Bapak yang lebih tua berumur sekitar 50an dan Bapak yang tampak lebih muda berumur sekitar 30an) dan seorang Ibu beserta balita yang malam itu kebetulan sedang berbincang di ruang tamu. Kami pun duduk lesehan setelah menyalami mereka dan memperkenalkan diri.

Kopi hitam hangat segera disuguhkan dihadapan kami. Padahal kami baru saja kenal beberapa menit yang lalu. Sebelum keburu dingin, Yudi dan Ajin segera meminum kopi hitam itu perlahan. “sruuuupp,,ahh..” suara seruputan kopi Yudi dan Ajin terdengar cukup renyah. Saya pun turut mencoba. Lumayan, setidaknya segelas kopi hitam bisa menghangatkan tubuh.

Ima dan Finda berbincang dengan kedua bapak tersebut danmenyampaikan maksud bahwa kami sedang menuju Puncak B-29. Bapak yang terlihat lebih tua,-saya lupa namanya- kemudian memberikan kami petunjuk agar bisa sampai di Puncak B-29 melalui jalur yang aman. Mereka tentu bercakap dengan bahasa Jawa khas Jawa Timur. Saya sedikit paham, tapi banyak tidak pahamnya. Kami –para cowo- hanya berbincang-bincang dengan si Ibu dan bermain dengan si kecil yang asik duduk dipangkuan Ibunya.

Waktu sudah larut, hampir jam sepuluh malam. Sedangkan menurut keterangan Bapak yang agak tua, untuk mencapai basecamp Puncak B-29 kurang lebih memakan waktu 2 jam perjalanan menggunakan motor. Kami tak mau terlalu larut sampai di basecamp, disamping itu kami juga tak enak jika bertamu terlalu larut. Setelah di beri nomer ponsel adiknya si Bapak yang lebih tua, yang kebetulan dia menyediakan tempat parkir di dekat basecamp, kami segera pamit dan langsung meluncur sesuai arahan kedua Bapak yang ramah tersebut.

Trek Terjal Pasar Senduro Menuju Argosari

Perjalanan yang berat mulai terasa saat kami sudah memasuki trek Pasar Senduro menuju Desa Argosari. Jalan yang kami lewati berupa jalan aspal yang lebarnya hanya seukuran lebar mobil truck. Dengan medan yang menanjak perlahan. Beberapa tanjakan juga cukup terjal, hingga motor kami hanya bisa berada pada perseneling satu dan dua agar tetap bisa melaju. Selanjutnya, daerah yang kami lewati berangsur sepi. Bukan hanya karena waktu yang sudah larut (sekitar pukul 22.30 WIB), tapi juga karena pemukiman penduduk sudah tidak tampak lagi di sekitar jalan. Daerah yang kami lewati berganti menjadi padang rumput yang luas, serta beberapa pohon khas pegunungan yang menjulang tinggi. Suasana malam itu sangat sepi sekali, hanya ada rombongan kami yang terdiri dari dua motor matic dan satu motor bebek.

Tiba-tiba saja, sebuah motor lokal mengikuti rombongan kami, dan melaju cepat menyusul Hamdan yang menyetir motor paling depan. Saya kira, motor itu adalah begal yang selama ini sering di wanti-wanti oleh masyarakat terhadap kawanan penjahat motor tersebut. Untungnya, motor lokal tersebut adalah adiknya Bapak tua yang kami temui sebelumnya di kawasan Pasar Senduro. Namanya Mas Syamhuri. Dia yang akan menuntun perjalanan kami dalam mendaki trek terjal menuju Desa Argosari.

Selama perjalanan, kami banyak menhirup nafas dalam-dalam saat melihat trek tanjakan yang terjal serta 
belokan yang sangat curam. Belum lagi, jalan nya dipenuhi kerikil-kerikil serta pasir yang tentu saja membuat jalan sangat licin. Hanya mengguankan gigi satu bagi motor bebek agar bisa tetap melaju di trek seperti itu. Rupanya keterkejutan kami belum berakhir, saat memasuki trek berupa tanah merah yang menanjak, becek, licin, serta ada beberapa bebatuan sekuruan bola sepak yang tersebar tak beraturan. Hal ini membuat teman kami yang dibonceng harus turun, agar motor tetap stabil dalam menanjak.

Terbukti, motor Ajin yang berusaha tetap membonceng Finda harus merosot mundur karena tidak kuat mendaki trek ekstrem itu. Bahkan setelah direm (baik depan dan belakang) motor tetap mundur. Finda pun harus loncat jika tak mau jatuh tertimpa motor. Serentak kami berhenti dan membantu Ajin menstabilkan motornya.

Trek selanjutnya yang tidak kalah ekstrim dengan sebelumnya membuat teman-teman kami yang dibonceng harus segera turun agar motor bisa melewatinya. Tak jarang, Mas Syamsuri harus antar jemput membantu motor matic yang dikendarai Ajin atau Hamdan agar bisa lewat trek licin dan berbatu. Beberapa kali ban motor saya selip dan tak bisa menapaki trek yang sangat licin. Dalam kondisi seperti ini, rem depan dan belakang bekerja maksimal. Bahkan dua kali motor yang saya kendarai kehilangan keseimbangan dan jatuh ke samping jalan. Padahal saya sendiri saat mengendarainya. Memang trek Senduro-Argosari sangat menantang.

Pendakian dari Basecamp ke Puncak B-29 dan B-30
 
Kurang lebih pukul 00.20 WIB kami sampai di rumah Mas Syamsuri yang juga menjadi basecamp pendakian Puncak B-29. Ketiga motor kami benar-benar dalam kondisi kotor dan panas. Bau kampas rem depan maupun belakang yang sedari tadi digunakan benar-benar tercium. Mesin motor juga sudah sangat panas.

Dini hari itu cuaca sangat cerah. Bintang-bintang di langit berkilauan sangat indah. Kabut tipis pun hanya sedikit yang turun di area basecamp. Di sebelah selatan, puncak gunung semeru tampak menjulang dibawah sinar bulan. Sedangkan di sebelah barat, pintu gerbang pendakian sudah menunggu kami. Beberapa bapak-bapak yang berjaga di dekat posko sebelah pintu gerbang nampak asyik menyeruput kopi panas. Sangat cocok untuk cuaca pegunungan yang dingin.

Kami sudah packing dan siap mendaki. Waktu sudah menunjukkan pukul 00.40 WIB. Sudah sangat larut, bagi para pendaki gunung. Sebelumnya, kami tidak lupa berfoto ria untuk mengabadikan momen di depan pos pendakian.

Pendakian menuju puncak dimulai saat kami melewati pintu pendakian dan jauh meninggalkan perkampungan warga. Suhu saat itu lumayan dingin namun langit malam tampak cerah terkena sinar bulan purnama. Dua headlamp yang kami bawa pun praktis kami simpan untuk menghemat daya. Trek yang dilewati hanya jalan setapak yang cukup luas dan bisa dilewati oleh kendaraan bermotor. Menurutku, pendakian menuju Puncak B-29 tidak cocok disebut pendakian. Mungkin lebih tepatnya rekreasi, karena hanya dengan satu jam berjalan kaki kita sudah sampai puncaknya. Apalagi dengan adanya jasa ojek dari basecamp ke puncak hanya dengan Rp 20.000-35.000. Yang benar-benar menjadikan puncak B-29 seperti wahana rekreasi bukan wahana pendakian. Namun tetap saja, perjalanan malam itu menyisakan rasa penasaran akan keindahan Puncak B-29.

Selama diperjalanan menuju puncak, kami sering menemui para pendaki lain yang “ngojeg” menggunakan motor yang banyak mangkal di basecamp tadi. Meskipun agak “nyesek” gara-gara mereka yang dengan cepat sampai puncak menggunakan motor, kami tetap berjalan menyusuri jalan setapak menuju “Top Of B-29’s Summit”. Dan akhirnya, setelah satu jam lebih kami berjalan, kami sudah berada di area puncak B-29 pada pukul 01.15 WIB.

Dini hari itu cukup ramai di puncak. Beberapa tenda warung makan sudah siap sedia dan memang menetap di puncak untuk menlayani kebutuhan konsumsi para pendaki. Mereka menjual mie instan, baik mie rebus maupun mie goreng, ada juga popmie, roti, biskuit hingga minuman-minuman hangat.

Selain tenda para penjual, tenda para pendaki juga sudah banyak didirikan. Adalebih dari 10 tenda yang sudah menempati lahan-lahan datar di sekitar puncak. Kami mendirikan tenda di area yang lebih atas lagi. Dari area puncak B-29 kami terus mendaki menuju area puncak B-30. Setelah melewati pura kecil dibawah pohon besar di sisi kanan jalur pendakian, kami menemukan area yang cukup luas untuk mendirikan tenda.

Pukul 01.30 WIB, Tenda sudah kami dirikan. Satu tenda berkapasitas empat orang dan satu tenda di dedapannya berkapasitas tiga orang. Sebelumnya kami berbagi tugas, para pria mendirikan tenda dan para wanita memasak. Sebelum beristirahat, kami yang sedari tadi kelaparan langsung menyantap mie rebus dan minuman sereal hangat yang cukup untuk mengganjal perut.
  
Menangkap Sunrise Puncak B-29

Sinar Mentari Pagi mulai membangunkan kami dari tidur yang tidak terlalu nyenyak. Udara dingin tak kunjung hilang. Namun perlahan kabut putih mulai turun ke bawah lembah dan bukit-bukit. Pukul 05.30 WIB, Sunrise di sebelah Timur kami begitu memukau. Sinarnya berwarna orange cerah sera memberi kehangatan di tubuh kami yang sejak malam benar-benar kedinginan. Lautan awan putih bergelombang memanjand dari bukit ke bukit, dari lembah ke lembah, membuat kami seakan berada di atas lautan awan. Keindahan yang tak cukup tergambarkan melalui kata-kata. Sangat indah. “Wow, Keren Bro!” , “Subhanallah, indahnya” , kalimat-kalimat itu yang bisa kami katakan.

Di sisi barat, kabut putih sudah mulai menghilang. Menyisakan pemandangan yang tak kalah menakjubkan. Hamparan padang pasir Gunung Bromo dengan pola bergelombang tampak begitu menenangkan. Puncak gunung Bromo juga sedikit mengeluarkan asap tipis, yang menambah keindahan pemandangan alam pagi itu. Benar-benar menakjubkan. Tampak juga mobil-mobil jeep yang membawa wisatawan Bromo hilir mudik menuju kaki gunung Bromo. Mereka tampak begitu kecil, karena jarak yang kami lihat sangat jauh. Menara –menara telepon seluler juga tampak berdiri diatas bukit di seberang Gunung Bromo. Begitu juga rumah-rumah penduduk di sekitarnya yang tampak amat kecil dari puncak B-29.

Tak perlu berlama-lama, area puncak yang kami tempati sudah dienuhi oleh para pendaki. Ada sekitar 30 orang lebih pagi itu. Mereka terkagum-kagum dengan pemandangan pagi itu yang luar biasa indahnya. Mereka tak lupa berfoto ria, begitu juga dengan kami yang tak mau kehilangan “The Most Beautiful Scenery”. Alam Indonesia ini benar-benar menakjubkan. Tak sia-sia perjalanan lebih dari 10 jam yang kami lewati. Pagi itu, alam pegunungan Tengger benar-benar membayar lunas rasa lelah dan penasaran kami terhadap pesona puncak B-29. Alam yang benar-benar menginspirasi agar kita tetap menjaga dan melestarikannya.
 
Meninggalkan B-29

Pukul 09.00 WIB, setelah kami puas memandang dan menikmati semua keindahan puncak B-29, kami segera memenuhi kebutuhan fisik. Breakfast !. Meski sarapan kami hanya dengan roti, minuman sereal, serta tak lupa mie rebus, tapi kami benar-benar menikmati makanan itu. Selama kita berada di alam terbuka, apapun makanannya (asal halal) akan selalu terasa nikmat apalagi ditambah daging dan telur, he.

Pukul 10.00 WIB setelah packing tenda dan peralatan camp lainnya, kami pun harus rela berpisah dengan pesona puncak B-29. Sebelum pulang, kami harus membawa sampah-sampah baik bekas makanan maupun minuman selama berada di kawasan puncak B-29. Ini penting sekali untuk menjaga kelestarian alam di sekitar puncak. Setelah berdoa dan meminta pendaki lain untuk mengambil gambar kami, kami pun segera turun dan meninggalkan B-29. Seperti sebelumnya satu jam perjalanan harus kami tempuh untuk mencapai basecamp.

Pukul 11.30 WIB kami sudah tiba di basecamp. Kami disambut hangat oleh keluarga mas Syamhuri, ada istri, anak serta Ibunya. Bahkan Istrinya sempat membuat kan kami teh hangat yang nikmat. lumayan untuk menyegarkan fisik yang sudah mulai lelah. Kami juga memasak mie, serta melahap semua cemilan-cemilan yang tersisa sebelum meninggalkan desa Argosari. Makanan ini penting untuk mengganjal perut yang sudah hampir kosong, karena energinya terpakai selama turun gunung tadi. Terlebih, nanti kami harus menuruni trek terjal dari Desa Argosari menuju Pasar Senduro, yang tentu saja sangat menguras energi.

Akhirnya, saat waktu menunjukkan pukul 14.00 WIB, kami segera pamitan kepada keluarga Mas Syamhuri. Kami juga tak lupa untuk berdoa agar perjalanan kami senantiasa lancar dan selamat. Perjalanan pulang menuju Pare, menempuh rute yang berbeda dari pada rute berangkat. Kami pulangmelalui rute Lumajang- Candipuro- Kab. Malang-Kota Malang- Kota Batu-Kediri-Pare. Rute yang kami tempuh saat pulang seharusnya lebih cepat karena hanya melewati beberapa kabupaten saja. Namun karena medan yang dilewati berupa pegunungan dengan jalan berkelok dan menanjak, tetap saja membutuhkan waktu yang cukup lama. Walhasil kami baru sampai Pare kurang lebih pukul 23.30 WIB. Benar-benar menguras tenaga, tapi tetap saja perjalanan yang hebat bersama teman-teman Pare dan pemandangan yang menakjubkan di puncak B-29 tak kan pernah terlupa. Dan untuk itu perjalanan ini selalu membawa kisah yang menarik untuk di tuliskan.





Sayonara, See you again my friend !

0 komentar:

Posting Komentar