Minggu, 26 Juli 2015
On 03.47 by Unknown No comments
Oleh : Irfan Fauzi
Warga Babakan Jaya, Gabus Wetan,
Indramayu
“Nanging
Benjing Allah Nyukani
Kerahmatan
Kang Linuwih
Darma
Ayu Mulih Harja” Babad Indramayu
Berdasarkan
riwayat sejarah, tepatnya dalam Babad Indramayu menyebutkan bahwa kelak saat
Pangeran Aria Wiralodra (yang sering disebut sebagai pendiri Indramayu)
menemukan lembah Sungai Cimanuk dan mendirikan pemukiman di sekitarnya, niscaya
daerah tersebut akan menjadi daerah yang subur dan makmur serta Pangeran Aria
akan berkuasa dan memerintah hingga tujuh turunannya berturut-turut.
Hal ini
cukup menarik untuk di renungkan kembali, dimana peran sejarah dalam sebuah
komunitas/entitas masyarakat akan berpengaruh dalam penentuan jati diri dan
identitas sebuah masyarakat, begitu pula dengan masyarakat Indramayu. Berpikir
terhadap sejarah berarti berpikir terhadap perkembangan. Membicarakan masa lalu
sangat penting agar kita bisa mengetahui penyebab kondisi masa kini.
Membicarakan masa kini juga penting untuk merekayasa kondisi kita di masa
depan.
Beruntung
bagi masyarakat Indramayu yang memiliki sejarah pendirian Kabupaten Indramayu
yang pernah “diramalkan” akan menjadi daerah yang subur dan makmur. Setidaknya
dengan sejarah yang menjanjikan tersebut, masyarakat Indramayu memiliki
kepercayaan diri yang tinggi untuk benar-benar mewujudkan “ramalan” Babad
Indramayu.
Kini kita
sudah terlampau jauh dengan waktu terjadinya ekspedisi Pangeran Aria Wiralodra
saat membentuk pemukiman di kawasan Sungai Cimanuk, yang kemudian dijadikan sebagai
waktu pendirian Kabupaten Indramayu. Kurang lebih pada tahun 1527 M atau
bertepatan dengan Tahun 924 H. Sekarang kita sudah menginjak Tahun 2015 atau 1436
M. Hampir lima abad usia Indramayu kini, namun apakah kesuburan dan kemakmuran
Indramayu sudah tercapai?
Kekayaan Alam Indramayu
Berdasarkan
data Bappeda Indramayu tahun 2009, Indramayu memiliki luas sekitar 204.600 Ha,
sebagian besar lahannya dipergunakan untuk sawah irigasi tepatnya 121.355 Ha,
serta sawah tadah hujan seluas 12.420 ha. Sedangan sisanya digunakan untuk
perkebunan, ladang, permukiman, penggaraman, hutan bakau, empang, danau rawa,
hingga kilang minyak yang juga menjadi pemasukan terbesar bagi kabupaten
Indramayu.
Dari data di
atas dapat diketahui bahwa sumber daya alam Indramayu begitu kaya. Berdasarkan
hasil penelitian Wawan& Ayi (2007), kekayaan Indramayu berupa bidang
pertanian,dimana hingga enam tahun terakhir (2007) Indramayu masih nomor satu
dalam produksi padi se-Provinsi Jawa Barat. Hal itu jelas terlihat dari luasnya
lahan persawahan yang mencapai sekitar 56 % dari luas Indramayu. Rata-rata
panen pertahun berkisar antara 1-1,2 juta ton. Hanya 400.000 ton yang
dikonsumsi oleh Indramayu, sisanya dikirim ke daerah luar yang tentu menjadi
penyumbang 16,02 % dari Produk Domestik Regional Bruto Indramayu.
Disamping
itu, kekayaan Indramayu berasal dari sektor industri (Migas). Di bidang Migas,
sejak tahun 1970 Pertamina sudah mulai mengeksploitasi sektor ini mulai dari
pengeboran hingga pembuatan sumur-sumur penghasil Migas. Kemudian pada tahun
1980 Pertamina mendirikan terminal Balongan untuk menyalurkan BBM. Sedangkan
kilang minyak balongan sendiri mulai beroperasi sejak tahun 1994 dengan
pengelola Pertamina Unit Pengelolaan VI Balongan. Produksi kilang BBM
berkapasitas 125.000 barrel ini bisa dibilang 100 persen hasilnya disalurkan
untuk DKI Jakarta. Adapun LPG yang dikelola LPG Mundu VI dengan kapasitas 37,3
juta kaki kubik per hari disalurkan untuk Jawa Barat dan DKI Jakarta. Jatah
untuk pemerintah daerah Indramayu hanya berasal dari dana Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) yang berkisar antara 11-12 milyar per tahun.
Selain dua
sektor utama kekayaan Indramayu di atas, masih ada sektor lain yang juga
menjadi sumber kekayaan alam Kabupaten Indramayu seperti pertambakan yang
terhampar ratusan hektar di Balongan, baik tambak udang, tambak bandeng maupun
tambak garam yang produksinya bisa mencapai 30.000 ton per tahun. Pontensi
lainnya yaitu Buah Mangga, dimana hampir setiap rumah di Indramayu selalu
memiliki pohon Mangga. Dan karena itu pula Indramayu dijuluki sebagai Kota
Mangga.
Indramayu Kini
Kini kita
kembali kepada ‘ramalan’ Babad Indramayu di atas. Apakah sudah tercapai
kesuburan dan kemakmuran di Indramayu? saya kira untuk menjawabnya perlu
sedikit jeli. Setiap kesuburan belum tentu membawa kemakmuran. Kita harus
sepakat akan hal ini. realitas-realitas sosial sudah membuktikan. Indonesia
adalah negeri yang sangat subur, tetapi apakah kesuburannya memiliki garis hubungan
yang linier dengan kemakmuran rakyatnya? Begitu pula dengan Indramayu,
kesuburan tanah-meski tidak selalu subur- yang dimilikinya tidak berbanding
lurus dengan tingkat kemakmuran masyarakatnya.
Dari sekitar
1,6 juta penduduk Indramayu, 8,12 persen adalah Tenaga Kerja Wanita,sedangkan
sekitar 63,25 % atau sekitar 382 ribu penduduk Indramayu menjadi pengangguran atau
secara lebih halus menjadi pekerja serabutan. Angka pengangguran diatas menajdi
metafora yang sangat ‘mengenaskan’ bagi sebuah daerah yang kaya akan sumber
daya alamnya.
Meskipun
dibidang pertanian Indramayu menjadi lumbung padi di Jawa Barat, namun
kesejahteraan para petani hanya menjadi angan-angan. Terlebih saat musim
kemarau tiba, beberapa daerah di Indramayu akan terancam gagal panen. Seperti
yang terjadi saat kemarau Tahun 2015 ini. Sudah hampir satu bulan lebih hujan
tidak turun. Lahan persawahan semakin hari semakin kering, tanah-tanah retak
karena tak kunjung basah untuk waktu yang lama. Pengairan di irigasi pun sudah
habis, bahkan tanah-tanah bekas irigasi di sebagian tempat sudah mulai retak (tela).
Beruntung
bagi para petani yang sawahnya dekat sungai irigasi, mereka tinggal membawa
diesel dan “menyedot” air dari sungai. Itu pun jika ada air yang mengalir di
sungai. Namun tidak semua sawah terletak di dekat sungai. Puluhan hektar sawah
terhampar jauh dari sungai irigasi. Untuk menyedot air, mereka harus merogoh
kocek dalam-dalam. Setidaknya untuk pembuatan bor/sumur air, yang dalamnya
belasan meter. Disamping itu diesel yang digunakan sebagai penyedot harus diisi
bensin terus menerus. Untuk mengairi sawah seluas seperempat bau (kurang lebih 950 m2),
mesin diesel harus bekerja tiga hari tiga malam. Setidaknya hampir 60 liter
bensin dibutuhkan agar mesin tetap bekerja. Mungkin air yang disedot hanya
bertahan selama satu minggu, sebelum sawah mengering kembali.
Permasalahan
tidak hanya disitu, sawah butuh obat agar tetap bertahan dari hama. Tidak
jarang saat mendekati musim panen, bulir-bulir padi berwarna putih dan berbuah
kosong (gabug) karena dimakan ulat
atau hama. Disamping itu, ada juga burung-burung yang iseng memakan biji padi
saat mendekati panen. Jadi permasalahan para petani dari mulai menanam hingga
panen sedemikian kompleksnya. Mereka akan tambah sengsara saat harga padi/beras
sangat murah. Karena bagaimanapun harga padi akan selalu mengikuti mekanisme
pasar, tidak peduli dengan usaha baik peluh keringat dan uang yang keluar dari
petani selama mengurus sawahnya.
Di bidang
Minyak dan Gas, masyarakat Indramayu hanya menjadi penonton terhadap
eksploitasi Migas yang dilakukan oleh Pertamina. Mungkin hanya segelintir orang
Indramayu yang kebetulan merasakan ‘manisnya’ Migas Balongan dan sekitarnya.
Mereka berada tak jauh di lingkaran para penguasa Indramayu dan antek-anteknya.
Sebagian besar masyarakat Indramayu hanya menjadi buruh kasar dari semua
sumur-sumur Minyak yang ada. Hal ini terjadi karena tingkat pendidikan
masyarakat yang rendah. Masyarakat yang terbiasa mengolah sawah dan ladang,
pasti sangat gagap ketika diharuskan mengolah minyak.
Selain
masalah di atas, tentu masih banyak lagi masalah-masalah sosial dan
kesejahteraan masyarakat Indramayu yang bagaikan benang kusut hingga sangat
sulit untuk mengurainya. Permasalahan di atas mungkin terkesan diskriminatif
terhadap peran dari pemerintah daerah yang tak kunjung muncul. Tapi itu lah
faktanya. Hingga tulisan ini dibuat, kehadiran pemerintah daerah seakan hanya
pada tataran adminsitratif saja. Masyarakat akan merasa sering berbaur dengan
pemda dan bawahannya , jika mengurus soal akta kelahiran, pembuatan E-KTP,
Tagihan listrik, surat keterangan tidak mampu, SKCK, dan surat-surat lainnya.
Dalam hal
kesejahteraan masyarakat, hampir tidak terasa kehadiran pemda di tengah masyarakat. Mungkin hanya
jalan yang direnovasi atau pembagian sembako/raskin saja yang dianggap sebagai
peran pemda. Tentunya hal ini menjadi hutang bagi pemda Kab. Indramayu dan ‘konco-konconya’
untuk bisa setidaknya mengukir sedikit senyum di wajah masyarakat karena
melihat sawahnya yang subur, harga sembako yang murah, berkurangnya KKN, akses
pendidikan yang baik, hingga melihat harapan bahwa anak-anaknya bisa tumbuh
dengan baik di lingkungan tempat tinggalnya.
Terlebih
masa kepemimpinan bupati dan ‘konco-konconya’ yang habis pada akhir tahun 2015
ini, jangan sampai hutang-hutang kesejahteraan masyarakat menjadi hutang yang
tak terlunaskan, dan terus menumpuk hingga kepemimpinan-kepemimpinan
berikutnya. Dan jangan sampai ramalan Babad Indramayu hanya menjadi dongeng
sebelum tidur bagi seantero warga Indramayu. Darma Ayu Mulih Harja. Semoga !
Garut, 16
Juli 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar