Sabtu, 16 Januari 2016
On 04.16 by Unknown 2 comments
Oleh Irfan Fauzi
Sebuah karya rekayasa pantai terhampar di sepanjang Pantai di selatan Kulonprogo. Ratusan tetrapod, sebuah struktur beton berkaki empat yang berfungsi untuk memecah gelombang air laut, berdiri tegap satu sama lain berusaha menghadang ombak Pantai Glagah, Temon, Kulonprogo.
Semalam
adalah malam tahun baru. Terompet, kembang api, dan gerombolan manusia tumpah
ruah memenuhi jalan di seantero Yogyakarta. Tak terkecuali di sekitar Jalan
Bantul. Mereka berteriak dan bersuka cita menghabiskan malam di penghujung
tahun 2015. Kebanyakan dari mereka tidur larut, dan sebagian begadang sambil
menunggu pagi satu Januari 2016. Tak
heran, Jalan Bantul - Wates di pagi hari masih sepi. Hanya terlihat beberapa
pengendara motor dan mobil lokal hilir mudik. Mungkin mereka pergi ke pasar
atau sekedar membeli sarapan.
Kebetulan,
aku sedang menghabiskan waktu libur akhir tahun di kota Yogya. Setelah dua hari
sebelumnya aku meluncur dari Jawa Barat. Pagi hari itu, kami (aku dan kekasih) bergerak
dengan cepat di atas motor matic sambil menembus udara sejuk Kabupaten Bantul
menuju Kabupaten Kulonprogo. Tujuan kami hanya satu. Berlibur dan menghisap
manis indahnya Pantai Glagah.
Langit di
pinggiran Bantul mendadak gelap. Suara guntur mulai terdengar menggelegar. Tak
dinyana, hujan deras sukses membuat kami untuk segera menepi dan memakai
mantel. Perjalan tetap kami lanjutkan dibawah guyuran derasnya hujan pagi itu.
Mendekati
Kawasan Pantai Glagah hujan mulai reda. Mentari pagi mulai menebar sinarnya
yang hangat menerpa pergelangan tangan yang masih gemetar saat menarik gas
motor. Kurang lebih satu jam perjalanan dari Yogya kota hingga kami berada di
depan Loket masuk Pantai Glagah. Tertera di atas jendela loket harga tiket yang
tidak lebih dari 5k satu orang.
Kami sampai
di Pantai Glagah sekitar jam setengah sembilan. Begitu memasuki kawasan parkir
yang dipenuhi deretan motor kami segera mencari lahan parkir kosong. Mengingat
hari itu adalah hari libur nasional, tidak heran jika animo masyarakat untuk
menikmati eksotisme Pantai Glagah membludak. Ratusan pasang kaki manusia hilir
mudik di sepanjang dermaga hingga berjejal di jalur pasar wisata pantai Glagah.
Sebelum
menginjak deretan tetrapod, kami terlebih dahulu memasuki kawasan pasar wisata
yang juga menjadi denyut nadi perekenomian di Pantai Glagah. Ada makanan
ringan, makanan berat, udang, kepiting, aksesoris, hingga berbagai hasil panen
agrowisata seperti buah Naga dan mahkota dewa.
Konsep pasar
wisata seperti ini banyak kita temui di tempat-tempat wisata di Yogyakarta.
Biasanya, pasar wisata akan ditempatkan satu jalur dengan pintu masuk atau
pintu keluar area wisata, sehingga para wisatawan dengan sengaja atau tidak
sengaja akan diajak untuk melihat produk-produk lokal yang eksotis nan
ekonomis.
Tegapnya Tetrapod
Salah satu
keunikan pantai ini adalah keberadaan ratusan tetrapod yang memadati sepanjang bibir
pantai. Struktur beton berkaki empat ini setidaknya memiliki fungsi sebagai
pemecah gelombang pantai selatan, stabilisasi muara sungai, dan juga untuk
pengembangan perikanan air payau.
Tentunya, wisatawan
tidak begitu mengindahkan fungsi pokok tetrapod. Yang ada hanyalah keunikan
sturuktur pantai baru akibat deretan tetrapod yang membentang di sepanjang
Pantai Glagah. Bagi wisatawan, tetrapod adalah daya tarik baru untuk
mengabadikan gambar atau menjadi tongkrongan para pemancing yang ingin
menghabiskan waktu di tepi pantai.
Deburan ombak sesekali memecah kenyamanan wisatawan yang berfoto di sekitar tetrapod. Sisa pecahan ombak terkadang tumpah membasahi ujung bibir pantai yang sudah di pasangi beton. Kami tidak bisa berjalan lebih jauh lagi mendekati ujung jalan beton yang menjorok ke pantai. Seutas garis polisi berwarna kuning menghalangi pergerakan pengunjung untuk tidak mendekati bibir pantai. Di depan garis polisi, mercusuar mini yang terbuat dari rangkaian besi merah tegak berdiri. Meskipun sudah ada garis polisi, tetap saja ada wisatawan nakal yang sengaja melewati batas, dan lebih dekat dengan bibir pantai untuk mendapatkan sensasi deburan ombak yang lebih ekstrim.
Sinar
mentari pukul sembilan masih cukup bersahabat dengan kulit kami. Udara segar
khas pantai dengan nyaman kami hirup. Suara deburan ombak menggelegar indah di
telinga kami. Aku dan kekasih merapat di salah satu sudut tetrapod untuk
meresapi ketenangan di tengah keramaian suara ombak sambil menikmati cemilan
dan sedikit kudapan. Kami juga tak ingin kehilangan momen. Beberapa suasana
kami abadikan dengan kamera smartphone dengan objek nya yaitu kami dan Pantai
Glagah. Selepas itu, hanya obrolan kerinduan yang terdengar.
Kami bersama tetrapod |
Berlayar di Laguna Glagah
Satu lagi
keistimewaan dari Pantai Glagah adalah laguna yang terletak di sebelah barat
pasar wisata. Laguna ini berbentuk seperti waduk kecil nan dangkal yang terbentuk
akibat terjebaknya buangan deburan ombak di sekitar ceruk yang luas di
pinggiran pantai. Dalamnya tidak lebih dari perut orang dewasa, tapi kedalaman
demikian cukup untuk mengapungkan perahu dan rakit-rakit yang mengangkut
wisatawan di sekitar laguna.
Antusiasme
wisatawan laguna begitu besar. Para pengatur penumpang perahu cukup kerepotan
karena banyaknya wisatawan yang ingin mengapung di atas perahu yang hanya cukup
menampung 10-15 orang. Setiap orang hanya akan dikenai biaya Rp.5000,- untuk
sekali putaran mengelilingi laguna. Siang itu, keberkahan rizki sedang turun di
sekitar laguna dengan permukaan air berwarna hijau. Lebih dari seratus calon
penumpang mengantri disisi-sisi laguna sambil berteduh dibawah pohon cemara. Belasan
perahu yang didorong mesin ini hilir mudik mengangkut para wisatawan. Dan
sekali lagi hari jum’at yang berkah itu, warga Pantai Glagah dengan sukacita
menyambut datangnya limpahan rizki dari para wisatawan.
Akhirnya
setelah beberapa kali menunggu antrian, kami berkesempatan untuk ikut merasakan
sensasi mengapung dan berkeliling di sekitar laguna. Kami memilih tempat paling
belakang demi kenyamanan. Dari belakang, kami bisa melihat moncong perahu yang menyungging
ke atas. Kami juga bisa menikmati gelak tawa anak-anak kampung yang numpang di
dekat mesin.
Sekitar dua
puluh menit kami berkeliling di sekitar laguna. Selama itu pula kami disuguhkan
pemandangan khas perairan air payau, dimana perairan hijau dihiasi tumbuhan
mengapung di pinggiran laguna. Tampak juga, beberapa rumah-rumah warga yang
bermukim di sebelah utara. Mereka juga membuka tambak ikan di sisi-sisi laguna.
Laguna dan Perahu |
Biaya murah
tapi pemandangan gemah. Kiranya itulah pameo yang cocok untuk berwisata di
Pantai Glagah. Dimana deburan ombak, deretan tetrapod, ramaianya pasar wisata
serta tenangnya laguna berpadu dan menjadi daya tarik wisatawan lokal di satu
Januari yang cerah itu. Oh iya, selepas dari pantai kami menuju lokasi wisata
air yang tidak kalah cantik yaitu Waduksermo. Tapi cerita di waduksermo cukup
kami yang tau, karena disanalah keindahan dan romantisme kami bermuara. Salam
Travelling.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tempat itu menjadi candu.. Pengen ke sana lagi kandaaa...
BalasHapusoh ya? hm Kamu juga candu buat aku he
Hapus