sebuah blog dari saya untuk anda untuk kita dan untuk mereka

Another Widget

Jumat, 25 Juli 2014

On 08.53 by Unknown   No comments

oleh Irfan Fauzi

Pada 9 Juli lalu, Indonesia mencapai puncak pesta demokrasi yaitu Pilpres 2014. Dua pasang Capres-Cawapres membuat suasana sosial politik indonesia sedikit memanas, karena secara otomatis mayoritas masyarakat Indonesia terbelah menjadi dua kubu pendukung, yaitu pendukung Prabowo-Hatta maupun Pendukung Jokowi-JK. Mungkin hanya sedikit saja jumlah masyarakat yang netral ataupun tidak memihak.Imbasnya adalah sering terjadinya debat kusir secara verbal baik yang terjadi di dunia maya maupun dunia nyata pada masa pra Pilpres. Di dunia maya, masyarakat yang sudah mengenal sosial media turut mendukung masing-masing pasangan yang dijagokan baik melalui positive campaign, negative campaign, hingga black campaign

Pasca pilpres, perdebatan kembali memanas akibat perbedaan hasil quick count mengenai hasil Pilpres 2014 yang dihimpun oleh beberapa lembaga survey turut menaikkan tensi politik di Indonesia. Disinyalir hasil dari lembaga survey baik yang memenangkan Prabowo-Hatta maupun Jokowi-JK merupakan lembaga yang pro dengan Capres-Cawapres yang mensokong pendanaan survey. Klaim kemenangan pun terjadi di kedua belah pihak walaupun kemenangan tersebut dilandaskan pada hasil quick count bukan real count oleh KPU. Kondisi ini tentu membuat masyarakat semakin tenggelam dalam kebingungan. 

Saat ini jelas terlihat bahwa dominasi politik dikendalikan oleh media baik media massa maupun televisi. Dalam pandangan Michael Bauman (2007), peristiwa bergesernya peran partai dan lahirnya dominasi media terutama televisi dalam mepersuasi pemilih disebut dengan telepolitics. Dominasi media tak pelak mempengaruhi kondisi para penonton/pembaca. Pemilik media yang terlibat dalam politik praktis akhirnya turut menggunakan media sebagai alat untuk membentuk isu-isu yang mendukung kepentingan politiknya. Jangan sampai perbedaan hasil quick count ini memicu konflik yang seperti terjadi di Yogyakarta (24/6) terulang kembali. 

Imbauan yang dikeluarkan oleh Presiden SBY untuk tidak mengklaim kemenangan yang tergolong prematur, harus diindahkan oleh kedua pasangan Capres-Cawapres. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pun menyerukan kepada seluruh media untuk tidak menampilkan kembali hasil quick count yang berbeda, hal ini harus dilakukan demi menjaga kedamaian serta stabilitas keamanan nasional.
Keputusan KPU mengenai presiden dan wakil presiden terpilih untuk periode 2014-2019 yang diumumkan pada 22 Juli, harus kita aprsesiasi bersama. Siapapun yang presiden dan wakil presiden yang terplih, harus kita dukung agar mereka mampu merealisasikan visi-misi dan janji-janji politik saat kampanye. Pihak yang kalah harus legowo dengan keputusan KPU. Bila perlu, kabinet yang dibentuk nanti turut menggandeng Capres-Cawapres yang kalah agar sama-sama mewujudkan kesejahteraan di Indonesia seperti yang terjadi di Amerika, dimana Barack Obama menggandeng Hilliary Clinton untuk masuk kabinetnya.

Kini tugas baru bagi masyarakat Indonesia pasca pilpres ini adalah mengawal berjalannya kepemimpinan kabinet 2014-2019. Jangan sampai kepemimpinan kabinet baru yang berjalan nanti menambah deretan terpidana koruptor di Indonesia. Sejatinya pilpres merupakan hajatan besar untuk rakyat. Dana yang dihabiskan sangat besar, tentu sangat merugi jika hajatan besar ini berefek kepada perpecah-belahan masyarakat. Perwujudan sila ke-3 dalam Pancasila semakin jauh dari harapan. Persatuan Indonesia hanya menjadi keinginan yang utopis jika masing-masing pendukung mengedepankan kepentingan pribadi atau golongan. 

Dengan dukungan dari pers yang turut mengawasi serta menginformasikan berjalannya tugas trias politica (eksekutif, yudikatif, dan legislatif), ketersediaan ruang diskursus publik dalam mengkritisi pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam berbagai bidang niscaya perwujudan sila ketiga Pancasila semakin dekat. Saat persatuan rakyat Indonesia tercapai, maka tak sulit bagi negeri ini untuk bangkit dan memaksimalkan sumber daya alam serta sumber daya manusia sehingga tak ada lagi negara yang memandang sebelah mata terhadap negeri ini, tak ada lagi negara yang berani mengeruk kekayaan negeri ini.

0 komentar:

Posting Komentar