sebuah blog dari saya untuk anda untuk kita dan untuk mereka

Another Widget

Rabu, 09 April 2014

On 20.30 by Unknown   No comments
Oleh Irfan Fauzi 
Anggota BPL HMI Cab. Yogyakarta

Genderang pesta demokrasi mulai dipukul secara perlahan dan terus bergemuruh hingga tiba puncak pesta. Antusiasme peserta pesta demokrasi yang diadakan setiap 5 tahun sekali, pun tak kalah ramainya. Terbukti sejak dibukanya kampanye terbuka oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga 9 April mendatang, banyak dari partai politik yang berlomba-lomba menawarkan keunggulannya masing –masing dengan berbagai macam cara. Pemasangan  baliho dan banner   yang diapasang ditempat umum, pembuatan komunitas pendukung di kalangan pemuda yang menjadi basis massa pemilih pemula suatu partai, hingga kampanye di ruang terbuka dengan menghadirkan berbagai artis papan atas sebagai pemanis dalam kampanye menjadi fenomena menjelang pesta pemilu.
Masyarakat pun turut antusias dalam menyambut pemilihan umum 2014. Tidak sedikit masyarakat non partai yang turut andil dalam mensosialisasikan penggunaan hak suara pada pemilu 9 april mendatang melalui berbagai cara, baik sosial media maupun melalui komunitas yang menjadi sayap pergerakan suatu partai. Di kalangan mahasiswa sendiri, terdapat relawan demokrasi yang turut mensukseskan pemilu tahun ini melalui pelaksanaan berbagai program yang ditujukan untuk sosialisasi penggunaan hak suara kepada seluruh elemen masyarakat.
Namun sangat disayangkan sekali, jika perisapan pesta demokrasi ini dicederai oleh beberapa oknum partai yang melakukan kampanye dengan tidak memperdulikan aturan-aturan KPU dalama pelaksanaan kampanye. Menurut BAWASLU DIY pelanggaran biasanya terjadi dikarenakan melabrak aturan KPU no, 15/2013 tentang pedoman pelaksanaan kampanye. Telah ditemukan sebanyak 6591 pelanggaran alat peraga kampanye. Kota jogja menempati urutan teratas jumlah pelanggaran yang mencapai 3351, diikuti kabupaten gunungkidul dengan 1760 pelanggaran (harianjogja.com, 3/01/2014)
Disisi lain pelanggaran pun terjadi pada saat pelakasanaan kampanye terbuka yang dilakukan beberapa oknum partai seperti yang terjadi di kabupaten  Bantul. Dimana  terdapat beberapa partai turut melibatkan anak kecil dalam kampanye di ruang terbuka ( Harian Jogja. 17/3/2014). Padahal hal tersebut sangat dilarang keras oleh KPU.  Menurut ketua KOMNAS HAM membawa anak kecil dalam kampanye bukanlah sebuah pendidikan politik usia dini, melainkan perusakan karakter sejak dini karena didalam kampanye yang diajarkan adalah perang program unggulan masing-masing partai yang berimbas kepada sikap saling sindir untuk menjatuhkan lawan politiknya.
Disamping itu, jika kita amati beberapa sudut di kota Yogyakarta. Tidak sedikit bendera partai atau banner caleg yang dipasang di pohon-pohon. Hal tersebut tidak akan membuat masyarakat menjadi simpati terhadap caleg yang dipublikasikan, yang ada hanyalah anggapan bahwa banner tersebut sudah mengotori keindahan pohon dan hanya menjadi sampah visual semata. Ada satu anekdot menarik mengenai hal ini yang disampaikan oleh shindunata (Pimred Majalah basis Yogyakarta).
Pada zaman dahulu, biasanya jika terdapat anak yang bermain dibawah pohon yang besar dan lebat maka orang tua akan mengingatkan untuk tidak bermain di dekat pohon tersebut. Karena masyarakat dahulu percaya bahwa ada penunggu yang senantiasa menjaga pohon tersebut yang wujudnya menyeramkan, kemudian kita kenal dengan sebutan genderuwo. Namun pada zaman pasca reformasi ini, ternyata pohon-pohon yang besar dan lebat itu sudah dipenuhi oleh banner atau baliho dari caleg yang akan maju dalam pemilu 2014. Seakan-akan para caleg yang gambarnya dipasang di pohon-pohon itu sudah menggantikan posisi dari genderuwo dan bertransformasi menjadi genderuwo politik yang siap menakuti anak-anak dengan perwujudan wajah-wajah para caleg yang menawarkan berbagai macam janji politik.
Menyikapi beberapa fenomena pelaksanaan kampanye diatas, maka hendaknya partai politik mampu  berpolitik secara sportif dengan menerapkan kampanye yang santun, mengikuti apa yang telah digariskan dalam peraturan kampanye oleh KPU. Masyarakat pun mampu membedakan mana kampanye yang santun dan mana kampanye yang “Saru”. Dengan menerapkan kampanye yang santun maka partai tersebut setidaknya telah menerapkan pendidikan politik yang baik dan saling menghargai antar partai.  
            Disisi lain perlunya kerjasama yang sinergis antara BAWASLU dan KPU sebagai elemen pelaksana pemilu demi mewujudkan pemilu yang langsung umum bebas dan rahasia. Dalam hal ini masyarakat pun diharapkan mampu membantu mnegawasi jalannya pemilu dengan cara melaporkan kepada BAWASLU bila melihat kegiatan kampanye yang tidak sesuai dengan aturan KPU. Dengan demikian pemilu yang damai dan berkualitas akan tercapai, serta demokrasi tidak sekedar wacana semata.

0 komentar:

Posting Komentar