Minggu, 20 Desember 2015
On 23.35 by Unknown No comments
Oleh : Irfan Fauzi
Cuaca Ibukota Jakarta sabtu kemarin, untungnya cukup tenang dan teduh. Tidak ada hujan angin maupun guntur serta kilat yang biasanya mengguyur dan menyambar Jakarta di sore hari pada pekan-pekan sebelumnya. Alam seperti menyambut rencanaku untuk bertemu seorang tamu spesial dari Yogya.
Dia adalah seorang gadis manis nan anggun yang tiap hari selalu melintas di benak dan pikiranku. Tak kenal waktu pagi, siang, hingga malam sebelum tidur selalu kusempatkan untuk memikirkan dan menyapanya meski via text message atau pesan suara.
Sebelumnya kami sudah sepakat untuk bertemu selepas shalat dzuhur atau menjelang ashar, karena aku pasti masih berkutat dengan urusan ‘ngurus anak’ di sekolah. Namun, gadis ini tetap aja ngeyel ingin segera menunggu di Stasiun Klender, dekat dengan kos seorang teman di Jakarta Timur. Akhirnya, dia harus rela menunggu lama. Kalau tidak salah dia sudah datang sejak jam 10an. Baru menjelang ashar kurang sedikit, aku sampai di sebuah masjid dekat Fly Over Pasar Klender yang kebetulan menjadi tempat yang aman bagi si gadis selama menungguku.
Tiba- tiba ada pesan masuk di WA. ‘Tring’.
“Bang, kita shalat dulu ya, aku uda di dalem” .
Aku membaca sambil senyum-senyum sendiri, karena tak sabar ingin melihat paras gadis yang sudah tiga bulan labih tak bersua. Segera saja aku ambil wudhu dan merapat di shaf depan dekat imam. Selepas dzikir sebentar, aku bergegas menuju pintu gerbang hingga tak lama kemudian barulah kulihat sosok gadis yang teduh pandanganya, manis senyumanya dan anggun langkahnya. Tak terhitung bahagianya aku saat itu, melihat sang pujaan hati menghadap di depan kedua mataku. Rasanya bagai mimpi, si gadis mengunjungiku hingga di kawasan Pasar Klender yang sesak dan bau. Diapun tampak bahagia melihatku (Semoga saja benar dugaanku), tampak dari wajahnya yang memerah serta senyumnya yang tak henti mengembang.
Aku selalu kehabisan ide untuk mengajak orang-orang spesial pergi atau sekedar menikmati waktu di tempat-tempat yang representatif. Sama halnya seperti saat kami berdua kebingungan di atas motor sambil melihat-lihat ramaianya kawasan Klender-Pulogadung. Kalau sudah begini, jurus jitunya adalah cari rumah makan atau warung pecel lele yang harganya agak miring, lalu makanlah berdua disitu. Boleh agak lama, sambil numpang ngobrol dan bercanda ria. Yang penting, tidak sampai di usir sama penjaga warung saja.
Tidak banyak menu yang kami pesan, cukup ayam bakar, tahu, lalapan serta sambal. Kebiasaan si gadis kalau sudah makan, yaitu menambah porsi sambal, memberikan timun, dan kalau tidak habis nasi atau lauknya, akulah yang menghabiskan. Oh ya, satu lagi kalau ada kemangi pasti kuberikan padanya.
Selepas makan, sambil menunggu makanan di olah di perut, sesekali aku curi pandang ke arahnya. Diperlakukan begitu, pasti dia bilang, “Ahh abang, ngapain si liat-liat, malu tau”. Dan kujawab hanya dengan tawa kecil sambil terkekeh girang.
Waktu sudah menjelang sore. Aku dan gadis kembali mengendarai motor bebekku menuju kos seorang teman di gang sempit dekat Terminal Rawamangun. Aku titipkan sedikit barang di temanku. Perjalanan kami lanjutkan menuju Mall Arion masih di sekitar Rawamangun. Kami tidak membeli apapun, bahkan untuk minum saja kami sudah membawa ecobottle masing-masing. Kami hanya lihat-lihat dan intinya mencari tempat ngobrol berdua yang nyaman dan adem.
Kami sempat melihat-lihat isi Mall yang sesak oleh barang-barang bermerek khas kelas menengah ke atas seperti tas, sepatu, baju, dan pernak-pernik penghias fisik lainnya. Mulai dari basement parkir sampai lantai empat kami kunjungi, hanya sekedar melihat dan berjalan sambil bergandengan tangan. Sebenernya, momen yang indah adalah saat bisa berjalan berdua dengan si gadis, walaupun kecantikan gadis-gadis mall cukup menggoda untuk dipandang, namun hati dan pandanganku terpatri kuat sama gadis manis yang datang jauh-jauh dari jogja ini.
Selama di Mall, kami berpindah-pindah tempat duduk. Mulai dari tangga depan pintu masuk, tangga depan atm, dan akhirnya bangku dekat pintu mall yang lebih nyaman dan tidak memalukan. Tak terasa, obrolan serta kangen-kangenan kami sudah begitu lama hinggu adzan magrib berkumandang dan menuntun kami untuk segera bersujud menyembah Sang Khaliq.
Perjalanan berikutnya adalah mencari tempat menginap yang aman dan etis. Pilihan jatuh di tempat seniorku di kawasan Apartemen Kalibata City. Untuk menuju kesana, kami berdua pergi terlebih dahulu ke satasiun manggarai. Motor dititipkan dan perjalanan dilanjutkan menggunakan commuter line, yang murah meriah serta nyaman. Hanya dengan 12 k sekali perjalanan serta cashback 10 k, jadi total biaya sekali perjalanan adalah 2k jauh dekat. Jujur saja, ini pertama kalinya bagi kami naik kereta bareng. Siapa yang menyangka, kami yang dua tahun lalu bertemu di Jogja, merencanakan untuk naik kereta bareng ternyata terlaksana di perjalanan dari Stasiun Manggarai menuju Duren Kalibata, Jakarta.
Sesampainya di dalam area Kalibata City, kami disambut oleh seniorku, sebut saja kanda dan yunda. Mereka tinggal di lantai 19 di salah satu tower Kalibata City. Yunda mengajak kami ngopi dulu di Mall yang terletak di basement Tower. Minuman yang disajikan semacam pepsi bersoda dicampur dengan krim putih, tapi tidak cocok dengan lidah kampungku ini. aku saja lupa nama minumanya. Menjelang pukul 22.00 WIB, kami berdua berjalan disekitar taman dekat tower. Aku dan gadis serta kanda dan yunda. Kami menikmati malam disertai hiasan lampu taman dan lampu kamar para penghuni apartemen.
“Baru aja ketemu berapa jam, masa mau ditinggal de, kan kasian cewekmu itu” kata yunda sambil setengah memaksa aku untuk ikut menginap di apartemennya.
Rencana awal aku kembali pulang dan menginap di kos temanku di Rawamangun, namun berkat sedikit paksaan dari yunda dan permohohan si gadis akhirnya aku memutuskan untuk ikut menginap di apartemen ini. hatiku langsung luluh saat si gadis bilang “ aku butuh kamu bang, uda si tidur disini aja si” sambil memasang ekspresi muka memelas manja. Akhirnya aku ambil motor dulu di Manggarai dan kembali ke Apartemen.
Pukul 23.00 aku sampai di lantai 19. Sayang, gadisku sudah tidur di kamar bersama yunda, mungkin dia lelah setelah seharian menunggu dan jalan denganku ke tempat yang tidak begitu menarik. Aku dan kanda sementara tidur di kamar tamu yang menyatu dengan ruang tv, sambil membincangkan proyek yang sedang dia usahakan dan kiprahnya selama di HMI, hingga aku terkantuk-kantuk. Sebenarnya obrolan cukup menarik, namun aku-nya saja yang terlalu lelah untuk berdiskusi.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali kami berpamitan, tak lupa juga berterimakasih. Dan selanjutnya kuantar gadisku ke satasiun Duren Kalibata dan sepakat untuk bertemu kembali di Manggarai. Sedangkan aku meluncur langsung ke tempat teman dan mengambil barang yang sehari sebelumnya kami titipkan. Dari Manggarai kami berdua naik commuterline menuju St. Gambir. Tapi kami turun di St. Gondangdia, karena commuter line tidak berhenti di Gambir. Dari Gondangdia, cukup dengan naik bajaj, dengan harga 25 k. Kalau bisa nawar si usahakan sampai 15 k. Lumayan sisanya buat beli sarapan.
Menjelang perpisahan kami di pagi yang cerah itu, kami sempat breakfast bareng, seporsi chicken porridge yang tersedia di warung kaki lima dekat pintu masuk St. Gambir , menjadi santapan yang nikmat di pagi itu. Kereta Eksekutif Taksaka jurusan Jakarta-Jogja baru datang pukul 08.50 WIB, masih ada waktu sekitar satu jam setengah untuk kami habiskan ngobrol ria sambil kangen-kangenan. Namanya keasikan ngobrol dengan orang spesial, waktu pun terasa berjalan begitu cepat. Sedih rasanya saat harus melambaikan tangan ke arah gadisku dari ruang tunggu stasiun, tapi itulah keniscayaan sebuah hubungan. Selalu ada ujian, baik ujian perasaan, maupun ujian jarak. Walau sebentar, tetap saja menggoreskan kenangan di setiap tempat yang kita kunjungi. Terimakasih adindaku atas kunjungannya, semoga lekas berjumpa lagi dan semoga bisa segera bersatu. Salam Rindu dari Jati Asih.
Klender, 14/12/2015
Klender, 14/12/2015
Sabtu, 31 Oktober 2015
On 02.10 by Unknown No comments
Oleh : Irfan Fauzi
Sabtu sore
(17/10) suasana di sekitar Jakarta dan bekasi tampak lebih padat. Anggota
keamanan yang terdiri dari POLRI, TNI, hingga PorProv mulai berjaga sepanjang
jalan menuju Jakarta. Terlebih di sekeliling kawasan Stadion Gelora Bung Karno,
ratusan masing-masing elemen keamanan sudah berbaris dan siaga terhadap segala
kemungkinan konflik sore itu. Beberapa kelompok massa menggunakan atribut The Jack yang kebanyakan anak usia SMP-SMA mulai
berjalan di sekitar GBK. Entah apa yang akan dilakukan mereka.
Saya dan
seorang teman, Badru, sehari sebelum pertandingan grand final PERSIB VS
SRIWIJAYA FC sudah berencana untuk turut menyaksikan kemeriahan grand final
Piala Presiden pada hari Minggu (18/10). Minggu pagi, tepatnya pukul 05.30 WIB
saya berangkat dari kediaman di kawasan Jatiasih Bekasi, menuju tempat kos
seorang teman di kawasan Klender, Jakarta Timur. Butuh waktu sekitar 35 menit,
jika menggunakan sepeda motor dan tentunya jika kondisi lalu lintas di sekitar
Kalimalang menuju Duren Sawit tidak terlalu ramai.
Kurang lebih
pukul 06.15 WIB saya sudah sampai di kos teman saya, Fadlan namanya. Begitu
masuk ke kamar kos Badru dan Fadlan sudah ada di kamar kos. Pagi itu juga ada seorang
adik tingkat di MA tempat saya belajar dulu, kebetulan sedang berkunjung dan
main di Jakarta.
“Loket tiket
grandfinal Piala Presiden baru dibuka sekitar pukul 08.00 fan” kata Badru. Saya
pun segera meminta Badru untuk bergegas menuju Stadion GBK. Butuh waktu sekitar satu jam lebih untuk
menempuh perjalanan dari kawasan Pasar Klender menuju Stadion GBK. Saya dan
Badru tidak ada yang mengetahui rute jalan di sekitar Jakarta dan Bekasi.
Akhirnya tanpa pikir panjang, kami segera meluncur menggunakan motor dan
seperangkat aplikasi GPS.
Antrian Tiket Grand Final
Memasuki
pintu gerbang Stadion GBK, kami di mintai tarif parkir oleh penjaga sebesar 5k
per motor tanpa karcis. Tak dinyana, setelah hendak memarkirkan motor, kami
malah ditarik lagi uang parkir sebesar 5k. “ini buat parkir dalam mas, beda
lagi!” tegas seorang tukang parkir yang memintai kami tambahan uang parkir.
Kami hanya mengelus dada dan menahan diri untuk tidak memprotesnya.
Masih 15
menit lagi sebelum loket tiket dibuka. Kami bergegas mencari dimana spot
pembukaan loket tiket. Pagi itu, stadion dipenuhi oleh warga Jakarta yang
sedang berolahraga. Kebanyakan jogging mengelilingi stadion, sisanya ada yang
berjualan ada yang mungkin sekedar iseng untuk cuci mata di sekitar stadion. Hingga
mendekati gate VI Stadion GBK, kami belum juga menemui spot penjualan tiket.
Setelah bertanya kepada petugas kebersihan stadion, akhirnya kami menemukan
spot yang kami cari.
Ada tiga
stan yang menyediakan penjualan tiket grandfinal. Meskipun pagi itu baru pukul
08.00 WIB, tetapi antrian para calon pembeli tiket sudah menumpuk. Mungkin ada
empat ratusan lebih bobotoh persib maupun masyarakat umum, yang haus akan
tontonan sepak bola, berjibaku dalam antrian. Kami juga turut dalam antrian.
Bersabar dan terus bersabar hingga kurang lebih dua jam kami mengantri sebelum
kami mendapatkan tiket VIP dengan harga 200k. Pihak panitia menjual empat jenis
tiket. Tiket untuk tribun dijual dengan harga 50 k, category I 100 k, category
II 150 k, dan VIP 200 k.
Dalam
deretan antrian, semua jenjang usia hadir dalam kerumunan antrian. Tentunya
hanya yang sudah memiliki KTP yang boleh membeli tiket. Mulai dari pemuda,
Bapak-Bapak, hingga Ibu-Ibu turut antusias sambil menahan kesabaran demi
mendapatkan selembar tiket grandfinal. Bahkan beberapa dari mereka ada saja
yang tidak sabar dalam mengantri hingga mereka menyerah di tengah jalan dan
keluar dari kerumunan.
Saat
matahari hampir beranjak di atas kepala, serta sinarnya mulai tidak bersahabat
lagi dengan tubuh, maka saat itulah giliran kami mendapatkan tiket yang sedari
pagi ditunggu. Senangnya bukan main, setelah berjibaku dengan ratusan pembeli
tiket, berdiri dalam antrian serta mendengarkan teriakan keluh kesah para
pembeli tiket, akhirnya kami berhasil mendapatkan tiket yang bentuknya tidak
terlalu bagus tapi kegunannya sangat dibutuhkan saat menonton nanti malam.
Parkiran Mall Blok M
Selepas
menunaikan shalat ashar, saya bergegas dari kawasan Pulogebang menjemput Badru
di kawasan Pasar Klender. Seperti sebelumnya, perlu satu jam saja untuk sampai
di kawasan stadion GBK. Kurang lebih pukul 16.30 WIB kami sampai di dekat
Masjid Al-Bina yang berada tepat di belakang stadion. Sayangnya, suasana di
sekitar GBK sore itu kurang kondusif. Beberapa gerombolan remaja tanggung
berlarian menghindari peringatan gas air mata yang disemprotkan oleh Polisi.
Sepertinya baru saja ada bentrokan kecil di kawasan ini. kami segera memutar
balik dan menjauhi area yang baru saja terjadi bentrokan. Di sudut lain pun tak
jauh berbeda. Gerombolan remaja tanggung usia 12-22 yang belum tentu juga
anggota resmi Jakmania meskipun menggunakan atribut The Jack, berkumpul dan
berjalan bergerombol di sekitar pintu masuk stadion. Untungnya pasukan keamanan
juga sudah siap siaga menghadapi berbagai kemungkinan konflik di sekitar GBK.
Kami tidak
mau ambil resiko. Kami segera mencari alternatif tempat parkir sepeda motor
yang aman dari berbagai insiden baik selama pertandingan maupun pasca pertandingan.
Akhirnya kami memutuskan untuk mencari kawasan supermarket di sekitar Blok M.
Kalau dari GBK tempatnya tidak terlalu jauh, hanya butuh sekitar 15 menit untuk
mencapai blok M kalau menggunakan sepeda motor.
Persib vs Sriwijaya FC
Menjelang
pukul 19.00 WIB, dimana kick off grandfinal
akan dimulai, suasana di sekeliling GBK dijaga ketat oleh aparat kepolisian
beserta elemen keamanan lainnya. Kami masuk dari pintu gerbang depan, setelah
sebelumnya berjalan menyeberang dekat halte transjakarta karena taksi yang kami
tumpangi tidak bisa lagi mengantar lebih dekat dan harus berhenti dekat halte.
Sebelum masuk kami di periksa oleh keamanan dengan sangat ketat. Semua botol
air minum dikeluarkan dan isinya dipindah ke dalam plastik. Begitu juga senjata
tajam sangat tidak diperbolehkan di bawa masuk. kurang lebih kami melewati tiga
kali pemeriksaan keamanan hingga akhirnya kami benar-benar bisa masuk gate XII.
Sorak sorai
para penonton terutama bobotoh persib begitu keras dan sahut menyahut saat kami
memasuki bagian dalam stadion. Warna biru-putih mendominasi kursi penonton
malam itu. Meskipun tidak sedikit juga baju dan atribut kuning alias pendukung
Sriwijaya FC, namun kehadiran bobotoh dari berbagai penjuru Jawa Barat dan
sekitarnya masih mendominasi kursi penonton malam itu.
Ada yang
menarik dari lagu yang dilantunkan bobotoh. Tidak seperti biasanya, malam itu bobotoh
melafadzkan al-fatihah bersama-sama hingga menggema di seluruh sudut stadion.
Paduan sikap sportivitas dan spiritualitas sebagai suporter yang baik tercerim
dari sikap bobotoh malam itu. Tidak ketinggalan, lagu Indonesia Raya turut
dinyanyikan tepat sebelum pertandingan dimulai.
Peluit yang
dibunyikan wasit menandai berlangsungnya pertandingan. Selama babak pertama,
Persib Bandung benar-benar mendominasi permainan. Selain penguasaan bola yang
unggul, shot on goal Persib lebih
banyak. Strategi yang diracik Jajang Nurjaman benar-benar membuat Pemain
Sriwijaya FC ketar ketir menerima serangan dari tim yang dijuluki Maung
Bandung. Penantian pun berhasil saat gol pertama tercipta di menit 10’ dan gol
kedua oleh Makan Konate pada penghujung babak pertama. Saat gol tercipta, suara
gemuruh dari sudut-sudut stadion yang ditempati bobotoh bergema. “Goaaaaaal!”
teriak bobotoh. Animo penonton di kursi VIP yang tidak begitu meriah saat
pertandingan berlangsung, mendadak semarak, ikut berdiri dan berteriak lantang
saat gol-gol Persib tercipta. Saya dan Badru pun tak mau ketinggalan. Kami
turut dalam euphoria perayaan gol-gol Persib yang memukau. Beberapa penonton di
kursi VIP yang merupakan pendukung Sriwijaya FC tentunya diam dan kecewa saat tim
kesayangannya kebobolan.
Memasuki
babak kedua, Persib lebih banyak melakukan gaya permainan bertahan. Sesekali
mereka melakukan serangan balik saat memiliki kesempatan. Tak hanya itu,
serangan tim Sriwijaya FC kerapkali mengancam gawang I Made Setiawan.
Untungnya, pertahanan Persib selalu siap siaga. Hingga akhir pertandingan, tak
ada lagi gol tercipta. Dengan demikian Persib unggul 2-0 atas Sriwijaya FC.
Bobotoh pun berteriak senang sambil berdiri dan merayakan kemenangan Persib
sebagai Juara Piala Presiden 2015.
Persib : The Champion
Tawa
sumringah, teriakan lantang, serta gemuruh yel-yel supporter Persib Bandung
menggema di seantero tiap sudut Stadion Gelora Bung Karno malam itu. Akhirnya
setelah melewati beberapa pertandingan mulai dari penyisihan, semi final,
hingga grand final Persib mendapatkan gelar juaranya untuk tahun 2015. Inilah
kemenangan kedua yang dirindukan sejak belasan tahun lalu, setelah setahun
sebelumnya Persib menjuarai turnamen ISL.
Perayaan
kemenangan Persib di stadion berlangsung meriah. Terlebih saat lagu “We are The
Champion” yang populer itu berkumandang dan menambah semangat juara seluruh
penonton dan pemain Persib Bandung.
Kedua tim
memasuki lapang dan berganti dengan jersey nya masing-masing. Seluruh pemain dan official Persib saat itu menggunakan jersey hitam. Setelah pemberian hadiah
berupa uang tunai dan pengalungan medali kepada Sriwijaya FC oleh Presiden,
barulah seluruh pemain Persib berserta official naik ke panggung kemenangan.
Salaman hangat dari Presiden Jokowi, direktur Mahaka Sport sebagai promotor
Piala Presiden, Ahmad Heryawan (Gubernur Jabar), dan tentunya walikota Bandung,
Kang Emil, turut menyalami para pemain dan official Persib Bandung. Yang lebih
membanggakan yaitu Top Scorer Piala
Presiden dan The Best Player diraih
oleh salah satu pemain persib, Zulham Zamrun. Malam itu adalah kemenangan yang
sempurna untuk warga Bandung dan tentunya Jawa Barat.
Kembali ke Klender
Pukul 21.30
WIB, Saya dan badru memutuskan untuk segera menuju Blok M untuk mengambil
motor. Sayangnya, malam itu sulit menemukan taksi yang mau mengantar kami dari
GBK menuju Blok M. Mungkin karena tarif argo nya yang murah karena jaraknya
yang dekat, mereka menjadi malas. Busway lah yang menjadi alternatif
transportasi kami. Meskipun harus rela menunggu hingga pukul 11.00 WIB karena
sebelumnya transit terlebih dahulu di halte harmoni, kami tetap menikmati
perjalanan pulang.
Sesampainya
di kawasan Blok M, kami lupa letak Mall Blok M. Kami kebingungan berjalan tak jelas arah di sekitar supermarket yang berada di sekitar Blok M. HP kami
dua-duanya lowbat. Sisa baterai kami pergunakan untuk mengakses GPS saat pulang
menuju Klender nanti. Kami berjalan menyusuri jalan kecil samping mall, hingga
nyasar di kawasan prostitusi Blok M. Dan setelah mencari dan bertanya kepada
warga yang nongkrong di sekitar kawasan prostitusi, barulah kami menemukan
pintu masuk mall Blok M. Malam itu lelah, lapar, dan kantuk menyergap kami. Sekitar
pukul 01.00 WIB,kami baru tiba di Klender. Namun tetap saja pengalaman pertama
menonton live Persib Bandung adalah hal yang istimewa bagi kami. Semoga saja
Persib bisa menjuarai kompetisi-kompetisi berikutnya. Tentunya jika PSSI dan KEMENPORA sudah akur serta mampu mengadakan kompetisi sepak bola nasional yang
sehat dan kompetitif. Hidup Persib ! Persib Juara!
Jumat, 11 September 2015
On 01.06 by Unknown No comments
Oleh : Irfan Fauzi
Kami
merayakan kemerdekaan 17 Agustus 2015 kemarin, dengan cara yang sedikit
berbeda, yaitu Jalan-Jalan. Saya teringat akan perkataan seorang aktivis
mahasiswa tahun 60an, Soe Hok Gie, bahwa agar kita mencintai negeri ini tidaklah
cukup dengan slogan-slogan atau yel-yel nasionalisme, tapi kita harus turun dan
melihat secara dekat alam nusantara begitu juga masyarakatnya. Untuk itu, saya
dan seseorang (baca:pacar) bermaksud untuk mencintai negeri dengan menyelusuri
Pantai Selatan Gunung Kidul.
Pada
suatu pagi, kurang lebih pukul 07.15 WIB, 17 Agustus 2015, saat sebagian
masyarakat sedang khidmat menyaksikan upacara perayaan kemerdekaan di TV, atau
di lapangan, kami sudah siap dengan mantap duduk di atas motor matic. Udara
pagi terasa sangat segar, ditambah lingkungan sekitar yang banyak dengan pernak
pernik merah putih memacu kami untuk segera mengendarai motor dan siap untuk segera
berteriak “merdeka!”. Merdeka untuk pergi ke Pantai! Merdeka bisa ngedate sapa
Pacar !he Merdeka!
Langsung
saja gan, setelah kemerdekaan waktu kami dapatkan, kami bergegas meluncur
menuju satu pantai incaran kami. Rute yang kami tempuh cukup menarik.
Pemandangan selama perjalanan lumayan memanjakan mata karena melewati daerah
perbukitan hijau meski sedikit gersang, tepatnya melalui kecamatan Panggang
Gunung Kidul.
Kalau
dari Jogja cukup melewati terminal Giwangan, lurus ke arah Imogiri Timur,
pertigaan ambil ke arah barat, ada pertigaan lagi baru ambil arah selatan
(belok kiri), dari situ lurus terus sampai bertemu jalan menanjak dan
berkelok-kelok. Dari situ kita akan tembus ke kecamatan Panggang. Untuk menuju
kawasan Pantai Gunungkidul dari arah Panggang, kita harus ambil jalur timur ke
Saptosari, jangan ambil ke arah Barat, nanti tembusnya malah ke Parangtritis,
pantai itu terlalu populer gan. Okey lanjut.
Mendekati
Kecamatan Saptosari, jalan aspal hitam mulus terhampar. Disisi-sisinya bekas
galian batuan karst yang putih cerah nampak menawan untuk dipandang. Tidak
jarang para pengendara mobil atau motor berhenti sejenak untuk berselfie ria
dengan background batuan karst yang putih cerah dan kontras dengan jalan aspal
yang hitam.
Setelah
satu jam setengah kami mengendarai motor, kami sampai di kawasan pantai selatan
Gunung Kidul. Ditandai dengan adanya petugas yang berjaga di pos masuk kawasan
pantai, dan itu artinya kami harus bayar tiket. Ternyata hanya dengan 10 k per
orang, kami sudah bisa mengeksplore hampir seluruh pantai selatan yang
terhampar dari barat ke timur. Mulai dari pantai Baron, Pantai Kukup, Pantai
Drini, Pantai Indrayanti dan pantai lainnya (saya tidak hafal).
Saat
deretan pantai yang saya sebutkan di atas sudah kami lewati, bahkan hingga
lebih dari 30 menit memacu motor, kami belum juga menemukan tanda-tanda
eksistensi Pantai Nglambor. Yang muncul selama perjalanan hanya marka arah
pantai yang populer seperti di atas. Akhirnya kami terpaksa bertanya dimana
letak Pantai Nglambor.
“Oh
lurus mawon mas, 15 km lagi nanti dari pertigaan Tepus ambil kanan nggih” kata
seorang Ibu penjual bensin. Ternyata setelah perjalanan hampir dua jam, kami
harus bersabar dalam melalui 15 km ke depan. Kami baru sadar bahwa rute yang
kami tempuh adalah rute memutar. Baiknya jika ingin menuju Pantai Nglambor dari
Jogja ke arah Wonosari kota terus ke selatan menuju Tepus. Karena rute yang
memutar kami harus membayar retribusi lagi sesaat sebelum mendekati wilayah
Pantai Nglambor sebesar 5k per kepala.
Kesabaran
kami akhirnya tidak bertepuk sebelah tangan saat melihat penunjuk jalan Pantai
Wedi Ombo, yang letaknya satu arah dengan Pantai Nglambor. Kami hanya perlu
belok kanan sesuai plang. Jalan menuju Nglambor cukup ekstrim bagi pengendara
motor yang tidak biasa nge-track, he.
Batu-batu terjal ternyata cukup merepotkan untuk dilewati. Tapi setelah melihat
deburan ombak Pantai Nglambor, semua kelelahan perlahan sirna.
Sebelum
turun ke pantai, ada beberapa tempat parkir untuk sepeda motor. Cukup dengan
membayar 3k. Pilih saja area parkir sesuai selera mau yang dekat pantai atau
yang agak jauh, jika tidak sanggup berlama-lama nge-track di jalur masuk pantai.
Biru
laut Pantai Nglambor benar-benar menggoda untuk disinggahi. Terlebih di pantai
ini, terkenal dengan snorkeling-nya
atau biasa disebut dengan Bintang Nglambor Snorkeling (BNS). Meskipun hanya
menyelam di sekitar bibir pantai, tetap saja banyak wisatawan lokal yang
berminat untuk ber-snorkeling di
Nglambor.
Untuk
menuju area snorkeling, kita akan di
arahkan oleh penunjuk arah, dengan menuruni tangga menuju bibir pantai.
Mendekati bibir pantai, ada tangga menurun lagi dan tidak terlalu lebar.
Selepas itu, pasir putih dan bebatuan hitam khas pantai Gunung Kidul langsung
menyambut kedatangan para wisatawan termasuk kami.
Menikmati
pantai lebih baik di lihat dari tempat-tempat yang agak tenang, tapi bukan
berarti tempat yang sepi lho. Kami pun segera memilih tempat yang tenang dan
viewnya mantap. Di sebelah barat pantai ada tebing-tebing yang ujung batunya
meneduhi area di bawahnya. Menurut kami, disitulah tempat paling mantap
menikmati view Pantai Nglambor.
Jika
ingin yang lebih asik, kita bisa merasakan serunya diving di pantai ini hanya
dengan 35 k. Nanti akan dibagi menjadi beberapa tim, dengan masing-masing tim
ada pemandu dan ada fotografer (maksudnya bisa disuruh jadi tukang foto).
Setelah diberikan instruksi oleh pemandu, para penyelam akan beraksi menyelam
ringan dan menikmati pemandangan batu karang Pantai Nglambor yang eksotis
katanya. Kebetulan karena saat itu saya tidak mood “nyelem” dan basah-basahan,
saya tak sampai seperti para diver.
Kami
menggunakan waktu yang ada sebaik mungkin, karena kebetulan pacar saya sedang
ada jadwal siaran (radio) sore. Setelah puas menikmati pemandangan Pantai
Nglambor dari dekat, kami naik sedikit ke atas “semacam tebing” untuk
mendapatkan pemandangan Pantai Nglambor dari ketinggian. Dan ternyata
pemandaganya lebih menawan. Biru air laut dan suara deburan ombak pantai
selatan terlalu sayang untuk dilewatkan. Belum lagi hembusan angin yang cukup
kencang, adalah favorit saya saat menikmati suasana di pantai. Kami juga tidak
lupa untuk berselfie ria, agar pemandangan yang mempesona ini terabadikan.
Waktu
menunjukkan Pukul 11.00 WIB. Kami bergegas meninggalkan Pantai Nglambor karena
kami ingin menjelajah paling tidak satu pantai lagi. Pantai itu adalah Pantai
Jogan, yang kami sendiri baru menemukannya saat pulang menuju pertigaan Tepus.
Dengan tidak sengaja kami melihat plang “Pantai Jogan”. Kami langsung mengikuti
arah plang belok ke arah selatan dan melewati jalan setapak yang sudah di semen
dua jalur. Tentunya jalan ini bisa dilewati oleh sepeda motor maupun mobil
hanya saja sempit. Tempatnya tidak terlalu ramai. Tampak dari area parkir yang
sepi, hanya ada 4 mobil dan beberapa sepeda motor. Untuk biaya parkir sepeda
motor cukup dengan 2k tidak dibatasi waktu, kecuali nginep.
Sepinya
pantai bukan karean Pantai Jogan yang tidak indah, tapi karena belum banyak
orang yang tahu pantai ini. keindahan pantai ini berbeda dengan pantai lainnya.
Disini kita bisa menemukan semacam air terjun, karena sungai kecil dari daerah
sekitar Pantai Jogan bermuara ke pantai ini, dan membentuk sebuah grojokan (air
terjun) yang tingginya kurang lebih 5-6 meter. Dibawah grojokan, pantai mini
yang dipenuhi Pasir putih, batu-batu karang dan batu-batu berwarna putih - pink
(saya gak tahu namanya) terhampar menyambut kucuran air grojokan. Biasanya para
wisatawan banyak berselfie ria di bawah grojokan ini.
Untuk
menuju kebawah grojokan, jalan yang dilewati sedikit ekstrem, tapi bagi yang
menyukai hal-hal ekstrem tentu bukan masalah besar. Oh ya yang bawa pacar,
adek, atau teman perempuan, siap-siap tangannya dipake untuk tempat bergantung.
He. Mungkin karena pantai yang belum terlalu dikelola dengan baik, jalan turun
berupa jalan batu bekas tebing menuju area bawah grojokan hanya dibatasi
kayu-kayu reyot sebagai pegangan. Terlebih kalau habis hujan dan air laut
pasang, maka saya tidak merekomendasikan untuk turun ke area grojokan. Tapi
jika ingin pemandangan yang berbeda maka cobalah turun.
Selain
itu tempat “nongkrong” Pantai Jogan yang asik, ada di atas grojokan. Tempatnya
lapang dan ada sediki bebatuan sisa tebing yang menjorok ke laut. Saat disini
kita bisa melihat luasnya laut Pantai Selatan dan keceriaan para wisatawan di
bawah grojokan. Beberapa pohon rindang yang menghiasi area “nongkrong”, membuat
suasana teduh di sekitar Pantai.
She and I |
Waktu
menunjukkan pukul 12.30 WIB saat matahari sudah cukup terik serta adzan dhuhur
yang tak lagi terdengar. Meski waktu yang kami habiskan berdua cukup singkat,
kami sangat menikmati keindahan alam Pantai Nglambor dan Pantai Jogan. Dengan
demikian, kami menyadari bahwa keindahan alam Indonesia kalau boleh diwakilkan
satu kata -meminjam slogan Mas Bonar- yaitu MAKNYUS !. Semoga kita bisa
menjaganya bukan merusaknya. Salam Ransel !
Senin, 24 Agustus 2015
On 02.11 by Unknown No comments
Oleh : Irfan Fauzi
Indramayu adalah sebuah kabupaten yang terletak di bagian
utara provinsi Jawa Barat. Sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani
karena di daerah ini masih banyak lahan persawahan. Berdasarkan data Bappeda Indramayu tahun 2009,
Indramayu memiliki luas sekitar 204.600 Ha, sebagian besar lahannya
dipergunakan untuk sawah irigasi tepatnya 121.355 Ha, serta sawah tadah hujan
seluas 12.420 ha.
Tidak heran jika Indramayu terkenal sebagai lumbung padi di Provinsi Jawa
Barat. Di daerah ini juga lah terletak Terminal Minyak Balongan yang menghasilkan
yang sejak Tahun 1980 dioperasikan oleh Pertamina dengan produksi Minyak
sebesar 125.000 barrel per tahun.
Kekayaan alam Indramayu di atas hingga kini belum banyak
membawa kesejahteraan bagi masyarakatnya. Seperti di tempat kelahiran saya,
Kecamatan Gabuswetan, dimana banyak masyarakat yang hidupnya yang hanya bergantung
kepada pertanian. Minimnya pengetahuan akan pemanfaatan sumber daya alam
membuat masyarakat hidup dalam kemiskinan. Terminal Minyak Balongan, yang sejak
tahun 1994 hingga kini dioperasikan oleh PERTAMINA, kebanyakan merekrut tenaga
kerja asal Indramayu pada sektor buruh kasar. Ini terjadi karena tingkat
pendidikan masyarakat yang rendah, terlebih dalam hal pemanfaatan sumber daya
alam.
Berdasarkan pengalaman saya, dari satu angkatan SD hanya
3-4 orang yang melanjutkan studi S1. Sisanya ada yang meneruskan hanya sampai
SMA, bahkan hanya sampai SMP. Di desa asal
saya pun demikian, hanya 7-9 orang yang mengenyam bangku perkuliahan.
Kebanyakan pemuda sejak dini sudah bekerja baik menjadi buruh tani, buruh
bangunan di kota, hingga pengangguran. Untuk itu kesadaran akan pentingnya
pendidikan bagi masyarakat Indramayu masih rendah yang berakibat pada rendahnya
tingkat kesejahteraan masyarakat.
Maka langkah yang saya tempuh sebagai usaha mewujudkan
mimpi menyebarkan pendidikan di daerah asal bermula dari kuliah saya di prodi
Pendidikan Fisika UIN Sunan Kalijaga. Selama melakukan perkuliahan S1 di
kampus, saya turut aktif dalam berbagai kegiatan pendidikan non formal,
khususnya di HMI. Sejak tahun 2011 saya sudah menjadi anggota HMI. Saya belajar
untuk mengurus dan mengembangkan HMI di Fakultas Saintek UIN. Berbagai kegiatan
perkaderan saya lakukan, juga kegiatan sosial seperti bakti sosial di Panti
Asuhan, mengadakan program pengajaran anak-anak panti asuhan, hingga
penggalangan dana korban bencana. Saat Tahun 2014 saya menjadi pengurus Badan
Pengelola Latihan (BPL) HMI Cab. Yogyakarta. Tugas saya disini adalah mengkader
para calon anggota hingga yang sudah menjadi anggota melalui training formal
dan informal. Melalui perkaderan ini, saya belajar untuk mendidik para
mahasiswa dengan background keilmuan yang berbeda. Disamping itu kegiatan Program
Latihan Profesi (PLP) berupa pengajaran fisika untuk siswa SLTA kelas X,XII,
dan XII juga dilakukan untuk mengasah kemampuan mendidik yang kelak akan saya
gunakan.
Pada tahun 2010, saat Gunung Merapi meletus dan
meluluhlantakkan tempat tinggal masyarakat sekitar, saya turut menjadi relawan
melalui organisasi alumni Pesantren Persis yang bekerja sama dengan Pusat Zakat
Umat (PZU) serta PP Persis. Kegiatan kami saat itu tidak hanya menyalurkan
bantuan-bantuan yang datang dari PZU serta PP Persis, kami juga turut menghibur
anak-anak korban Merapi, membagikan daging kurban saat idul adha, pengawasan
pembuatan shelter Merapi, hingga berniat menyekolahkan beberapa anak korban
Merapi di Pesantren Persis yang ada di Jawa Barat meskipun akhirnya gagal
karena masalah perizinan orang tua.
Kemudian pada tahun 2013, saat menjalani Kuliah Kerja
Nyata (KKN) di Desa Kumendaman, Mantrijeron, Yogyakarta saya dan teman-teman
KKN belajar untuk berbaur dan mendekatkan diri dengan masyarakat kota yang
cenderung individualistis. Namun setelah proses adaptasi secara terus menerus,
masyarakat setempat bisa menerima kehadiran kami hingga melibatkan kami dalam
kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti pendataan penduduk, kegiatan desa,
pembuatan peta rumah, pembuatan apotek hidup, hingga pendirian organisasi
remaja masjid setempat, yang pembentukannya hingga pengawasan 2-3 bulan
setelahnya juga diakomodir oleh kami.
Mungkin sumbangsih nonmateri di atas yang saya berikan
kepada Indonesia tidak terlalu berdampak secara luas. Tetapi saya percaya bahwa
peran yang besar bermula dari langkah-langkah kecil seperti yang saya lakukan
dalam mengkader anggota HMI, pengabdian KKN, keterlibatan dalam relawan Merapi
serta langkah-langhkan lainnya.
Namun saya memiliki proyeksi ke depan dan menjadi
tantangan utama bagi saya yaitu masalah kesadaran pendidikan masyarakat di
Indramayu khususnya Kecamatan Gabuswetan. Saya berencana tidak hanya menjadi
seorang guru fisika saja, saya ingin bisa berperan melalui komunitas/organisasi
yang peduli akan pendidikan di Indramayu. Selanjutnya, pedirian sebuah lembaga
pendidikan yang dapat diakses oleh berbagai elemen masyarakat Indramayu juga
menjadi cita-cita ke depan. Harapannya dengan studi saya di S2 di Program Pengembangan
Kurikulum saya bisa mewujudkan itu semua secara perlahan.
On 02.07 by Unknown 2 comments
Oleh Irfan Fauzi
Mudik tahun 2015 ini terasa berbeda bagi saya. Perbedaan
mudik tahun ini dengan tahun sebelumnya yaitu mengenai status saya yang sudah
bukan mahasiswa lagi, dimana saya melakoni prosesi wisuda pada akhir Maret
2015. Saat berkumpul dengan keluarga besar di Garut, seluruh keluarga bercerita
tentang kehidupannya di perantauan baik yang di Pulau Jawa maupun luar Jawa.
Tentunya cerita kesuksesan yang ingin kami dengar bersama, meskipun terkadang
cerita kurang beruntung baik dalam hal pekerjaan maupun studi selalu ada.
Lantas timbul dalam benak saya, sebenarnya kesuksesan apa yang telah saya raih saat
ini?
Sukses menurut perspektif kebanyakan orang tidak jauh
dari kesuksesan materi. Pemudik saat pulang kampung membawa mobil bersama
keluarga, membagi uang lebaran kepada sanak saudara, punya rumah di kota,
berarti mereka sukses. Itu kata kebanyakan orang. Tetapi bagi saya, terlalu
sempit jika mendefinisikan sukses dalam perspektif materi.
Diluar sana banyak orang sukses yang secara materi
“pas-pasan” namun kehadirannya dibutuhkan banyak orang, karena kebergunaannya
sebagai individu dalam suatu entitas/ masyarakat. Orang yang demikian tentu
akan merasakan bahagia ketika dirinya bisa bermanfaat bagi masyarakat
sekitarnya. Apakah setiap kesuksesan materi akan berdampak kepada kebahagiaan
kita? Jika bahagia, mestinya para pengusaha dan pejabat yang secara materi
sudah mapan tidak akan melakukan KKN demi mendapatkan harta yang lebih banyak. Saya
lebih sepakat jika sukses didefinisikan sebagai capaian-capaian yang telah kita
lampaui dan setiap lompatan tersebut memiliki kebermanfaatan bagi masyarakat
atau entitas di sekitar kita.
Saya menjalani SD di Indramayu, selepas SD saya merantau
ke Garut untuk menempuh studi MTs dan MA saya di Pesantren Persis Tarogong. Selama
menempuh studi di Mts dan MA, dari segi prestasi saya termasuk siswa yang berprestasi,
dengan ranking yang tidak jauh-jauh dari lima besar. Namun saya termasuk siswa yang
“kuuleun”
atau lebih tepatnya sulit bergaul dan pemalu. Untuk presentasi di kelas saja
masih grogi. Terlebih saat di asrama dulu, selepas shalat Isya selalu ada
latihan ceramah yang diadakan di ruang utama masjid pondok. Meskipun sudah
sering ceramah di depan para santri tetap saja penyampaian materi terlalu kaku
dan tekstual. Itu terjadi karena saya masih belum percaya diri.
Perubahan terjadi dimulai saat akhir kelulusan MA pada
tahun 2010, dimana saya menjalani masa pengabdian desa di Garut bagian Utara.
Disana saya mulai belajar berbaur dengan masyarakat setempat. Mengajar TPA dan
anak-anak SD, mengikuti rapat desa, hingga mengajarkan bela diri dasar kepada
anak-anak desa setempat. Dari situ saya mulai berani untuk belajar berbaur
dengan masyarakat.
Saat menjalani kuliah di UIN Sunan Kalijaga, saya tidak
hanya menjalankan rutinitas perkuliahan, saya juga mengikuti beberapa
organisasi baik intra maupun ekstra. Di organisasi intra saya mulai berproses
di UKM Olahraga, mulai dari anggota hingga diamanahi sebagai Ketua Divisi Tenis
Meja. Disamping itu di BEM Jurusan, saya juga terlibat dalam beberapa kegiatan
seperti seminar hingga kunjungan prodi.
Keaktifan saya di organisasi ekstra juga menjadi pemicu
untuk tetap percaya diri kala berbicara di depan publik. Di organisasi alumni
pesantren, saya menjadi tim pengenalan kampus Yogya di pesantren-pesantren Persis yang ada di Jakarta, Bandung, hingga Ciamis.
Saya juga aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Saya berproses mulai dari tingkat
Komisariat hingga tingkat Cabang. Di komisariat diamanahi sebagai sekretaris
umum, sedangkan di cabang saya berproses di Tim Perkaderan/pengelola latihan.
Sehingga tidak jarang saya juga mengelola training-training baik formal maupun
informal di tiap sturktur kepemimpinan HMI baik komisariat maupun cabang.
Terakhir, sebelum saya lulus saya sempat menjadi pemandu Latihan Kader II
Nasional HMI dimana pesertanya berasal dari kampus-kampus dari berbagai daerah
di Indonesia.
Demikianlah lompatan yang saya lalui, mulai dari yang
pemalu dan selalu grogi saat berbicara di depan umum, sulit untuk berbaur
dengan masyarkat, hingga kini bisa menjadi pemandu/pengelola training
perkaderan. Keberanian ini juga sangat membantu saya dalam menyelesaikan studi
di Pendidikan Fisika UIN Sunan Kallijaga. Kegiatan perkuliahan yang melibatkan
kalayak umum seperti KKN, dimana saya menjadi ketua tim, kemudian Program
Pelatihan Profesi (PLP) di Madrasah Aliyah hingga penyusunan Skripsi tentang
Implementasi Kurikulum 2013 di enam SMA Negeri Kabupaten Bantul dapat saya
lalui dengan lancar dan nilai yang memuaskan. Keberanian untuk berbicara di
depan forum serta kemampuan bersosialisasi dengan masyarakat bagi saya adalah
sebuah kesuksesan. Tentunya apa yang saya capai akan menjadi sempurna ketika
memiliki sisi kebermanfaatan bagi orang lain. Dan insyaallah apa-apa yang telah
saya capai memiliki sisi kebermanfaatan.
On 02.03 by Unknown 1 comment
Pendidikan
fisika merupakan salah satu jurusan yang menggabungkan antara dua bidang
disiplin ilmu yaitu Natural Science
(Ilmu Alam) dan Social Science (Ilmu
Sosial). Ilmu Alam yang dikaji pada jurusan ini adalah Fisika dan Ilmu Sosial
yang dikaji adalah Ilmu Pendidikan. Untuk itu dalam jurusan ini kami berproses
melalui pola pikir sains dan pola pikir sosial.
Dua
pola berpikir ini yang akhirnya mendorong saya agar berpikir secara
interpretatif dalam memecahkan masalah fisika dan masalah-masalah pendidikan.
Namun seiring berjalannya waktu ketertarikan saya terhadap dunia pendidikan
semakin tinggi, hingga pada proses penyusunan skripsi pun saya memfokuskan
penelitian di bidang pendidikan dengan judul : “ Studi Deskripsi Implementasi Kurikulum 2013 Pada Pembelajaran Fisika
di SMA Negeri Wilayah Kabupaten Bantul “.
Saat
penelitian ini dilakukan, sering terdengar kontroversi mengenai pihak yang pro
dan kontra terhadap implementasi Kurikulum 2013 di sekolah. Hal ini diakibatkan
minimnya data yang menjelaskan kesiapan sekolah-sekolah dalam melaksanakan
Kurikulum 2013 secara ideal. Untuk itu penelitian saya hadir sebagai sebuah
solusi bagi dinas pendidikan Kabupaten Bantul serta enam SMAN di Bantul yang
ingin mengetahui bagaimana kesiapan serta pelaksanaan Kurikulum 2013 selama
satu semester sebelumnya. Hasil dari penelitian saya menunjukkan bahwa enam
SMAN yang dijadikan pilot project
implementasi Kurikulum 2013 di Kabupaten Bantul sebagian besar dinyatakan siap
dan melaksanakan Kurikulum 2013 dengan baik, meskipun terdapat beberapa kendala
teknis seperti kendala instrumen penilaian, sarana prasarana, serta kendala
penerapan sikap spiritual dan sikap sosial selama pembelajaran.
Namun,
keberlanjutan implementasi Kurikulum 2013 setelah di ujicobakan harus tertunda
karena beberapa pertimbangan saat pergantian pemerintahan baru era Joko Widodo
dengan keputusan yang langsung diputuskan oleh Kemdikbud Anis Baswedan. Hal ini
menunjukkan bahwa Indonesia hingga kini masih mencari pola dan bentuk kurikulum
yang sesuai dengan tuntutan zaman serta sesuai dengan nilai-nilai filosofis
bangsa.
Kebutuhan
akan rancang bangun kurikulum yang tepat untuk seluruh elemen pendidikan baik
tingkat dasar, menengah, dan atas sangat penting adanya. Untuk itu saya
termotivasi dalam mempelajari kurikulum lebih dalam di program studi Magister
Pengembangan Kurikulum Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Dengan latar
belakang ilmu pendidikan yang dipadukan dengan ilmu sains, maka pengembangan
kurikulum adalah pilihan yang sesuai dengan basic dan cita-cita saya untuk
menjadi seorang pendidik.
Dalam
program ini, di desain pembelajaran selama 2 tahun dengan kredit semester
sebanyak 53 sks yang dibagi dalam 4 semester. Semester I terdapat 12 sks dengan
mata kuliah yang terdiri dari Kebijakan Pengembangan Kurikulum, KBK,
Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal, dan Model-Model Pengembangan Kurikulum.
Sedangkan semester II terdiri dari 6 sks, dengan mata kuliah keahlian Filsafat
Ilmu dan Landasan Pedagogik. Adapun untuk Semester III terdiri dari 10 sks,
dengan mata kuliah Kurikulum Pendidikan Tingi, Menengah, Dasar, Guru, Kurikulum
Pelatihan, Sistem Informasi Pendidikan, Instruksional Design, Landasan dan
Konsep teknologi Pendidikan, serta Pembelajaran Melalui media. Sedangkan
Semester IV terdapat 6 sks untuk penyusunan tesis.
Dengan
perencanaan penyelesaian kuliah selama dua tahun sesuai dengan kurikulum dari
program magister pengembangan kurikulum, saya bisa mewujudkan kontribusi dalam
hal pemerataan pendidikan di daerah asal saya, Indramayu. Untuk langkah awal
pasca studi, saya akan bergabung dengan lembaga/institusi pendidikan sebagai
dosen maupun peneliti. Selanjutnya, pengumpulan dana yang diambil dari para
donatur-donatur pendidikan baik dalam maupun luar negeri untuk mewujudkan
impian pendirian yayasan pendidikan yang dapat diakses dengan mudah dan murah
serta kurikulum yang integratif antara keilmuan sains, sosial, maupun nilai
keagamaan bagi masyarakat Indramayu. Tidak menutup kemungkinan, bahwa apa yang
saya citakan terhadap pendidikan tidak hanya berhenti di Indramayu, melainkan
juga meluas ke daerah lainnya.
On 01.59 by Unknown No comments
Setelah mengikuti seleksi
administratif, serta harap-harap cemas menunggu kabar dari pihak LPDP, akhirnya
pada tanggal 6 Agustus 2015, kurang lebih dua minggu setelah penutupan
pendaftaran beasiswa, saya mendapat kabar baik dari pihak LPDP. Kabar baik itu dikirimkan
langsung ke Handphone dan email yang menyatakan bahwa saya lolos seleksi
administratif. Alhamdulillah, senangnya bukan main setelah cemas menunggu
pengumuman selama dua minggu, akhirnya doa saya terjawab.
Rasa senang yang saya rasakan harus
segera disudahi, karena berikutnya saya harus mempersiapkan hal-hal yang
dibutuhkan untuk seleksi substansi yang terdiri dari Wawancara, LGD, dan On The
Spot Writing Essay. Saat itu, untuk region Yogyakarta pengumuman waktu tes yang
diumumkan melalui email diadakan pada tanggal 19-21 Agustus di Gedung Keuangan
Negara Yogyakarta. Tapi bukan berarti kita harus mengikuti tes selama tiga
hari, bisa saja jadwal yang kita dapatkan hanya satu atau dua hari tes. Karena
itu jadwal kita tes akan di umumkan mendekati waktu seleksi substansi diadakan.
Kalau saya, diberitahukan H-1 sebelum tes berlangsung dan waktu tes yang saya
ikuti hanya satu hari saja, mulai dari pagi sampe sore hari.
Sebelum kita mengikuti seleksi
substansi sesuai dengan jadwal yang ditentukan, kita wajib menyiapkan berkas
administrasi yang harus dibawa saat verifikasi data oleh Tim LPDP. Adapun
berkas tersebut tidak jauh berbeda dengan yang dibutuhkan saat seleksi
administrasi yaitu :
1. Print Out
Formulir Pendaftaran
2. Scan Ijazah
Sarjana (S1)
3. Transkrip Nilai
Sarjana (S1)
4. Sertifikat Bahasa
Asing
5. Surat Pernyataan
6. Surat Ijin
belajar sesuai format LPDP (bagi yang sedang bekerja)
7. Surat Rekomendasi
sesuai format LPDP
8. LoA
Unconditional/ Conditional (jika ada)
9. Kartu Tanda
Penduduk (KTP)
10. Surat Berbadan
Sehat dan Bebas Narkoba
11. SKCK
12. Rencana Studi
Semua berkas di atas wajib dibawa saat
verifikasi data, kecuali yang sifatnya opsional seperti surat ijin belajar dan
LoA. Oh ya jangan lupa kita harus mencetak kartu pendaftaran yang ada di akun
LPDP kita, saat dinyatakan lulus. Kartu ini juga wajib dibawa saat mengikuti
serangkaian seleksi substantif.
Pada seleksi substantif periode
Agustus 2015 ini, terdapat sedikit perbedaan dengan seleksi periode
sebelum-sebelumnya. Pada periode ini ada penambahan materi seleksi yaitu menulis
essay di tempat dengan waktu yang terbatas. Disamping itu, urutan seleksi pun
tidak berurutan. Kita diwajibkan mengikuti jadwal yang sudah dikirimkan ke
email saja.
Dalam seleksi substantif periode ini,
seleksi wawancara sifatnya dinamis, jika ada peserta yang tidak hadir maka
jadwal bisa diajukan. Namun jika wawancara satu peserta memakan waktu lebih
lama, jadwal bisa juga mundur. Oleh karena itu setidaknya satu jam sebelum atau
setelah jadwal wawancara yang ditetapkan, kita harus stand by dan sabar menunggu.
Sedangkan untuk jadwal essay dan LGD,
sifatnya tetap sesuai dengan jadwal. Karena seleksi ini dilakukan secara
berkelompok, jika ada satu orang yang tidak hadir maka seleksi tetap dilakukan
sesuai dengan jadwalnya. Disamping itu, jadwal essay dan LGD tidak selalu
dilakukan setelah wawancara, bisa juga jadwal yang kita dapatkan yaitu sebelum
verifikasi dan wawancara. Sedangkan wawancara hanya bisa dilakukan setelah kita
melakukan verifikasi data. Sebagai contoh, saya mendapatkan jadwal verifikasi pukul
14.00-15.00 WIB dan jadwal wawancara pukul 16.40-17.20 WIB. Tapi, jadwal essay
saya ada pada pukul 10.30-11.00 WIB dan LGD pukul 11.10-12.00 WIB. oleh karena
itu, untuk jadwal Essay dan LGD kita harus on
time sesuai dengan jadwalnya, sedangkan untuk jadwal verifikasi data dan
Wawancara kita harus in time, bisa
lebih cepat bisa juga lebih lambat.
On
The Spot Writing Essay
Dalam seleksi tahap ini, sebelumnya
kita sudah mendapatkan kode seperti 10A, 10 B, 13 A, 13 B, atau lainnya yang
digunakan untuk pengelompokkan selama menulis essay dan LGD. Selanjutnya, tes dilakukan
disebuah ruangan tertutup seperti ruang kuliah yang berisikan sekitar 20 kursi
untuk 20 peserta. Sayangnya setiap kursi, tidak disediakan alas/meja untuk
menulis maka wajib hukumnya bagi kita untuk membawa alas/papan dada agar lebih
nyaman selama menulis essay. Jangan lupa juga membawa alat tulis seperti pulpen
dan tip-X. Dalam tes ini, waktu yang disediakan hanya 30 menit yang harus
dimanfaatkan sebaik mungkin.
Kita hanya diberi dua lembar kertas. Kertas pertama berisikan aturan serta
hal-hal yang dinilai dalam penulisan essay dan pilihan tema essay. Saat itu,
pilihan temanya tentang Revolusi Mental dan Bonus demografi usia produktif. Oh
ya, setiap grup tes belum tentu mendapatkan tema yang sama, karena ada banyak
sekali jenis tema yang disediakan sesuai dengan abjad kode soal. Jadi tetap
persiapkan segala tema yang akan keluar ya. Untuk kertas kedua, yaitu kertas lembar jawaban yang akan diperguankan
untuk menuliskan essay. Jangan lupa isi data diri dan nomor peserta dan
mulailah menulis essay dalam rentang waktu 30 menit. Saran saya, lima menit
pertama buat terlebih dahulu kerangka tulisan (tidak harus digambar, cukup di
pikirkan saja) kemudian barulah kita menulis dengan alur yang berkesinambungan
sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
Leaderless
Group Discussion (LGD)
Jelang 10 Menit setelah menulis essay,
kita langsung disuguhi dengan seleksi Leaderless Grup Discussion (LGD). Kita
akan dikumpulkan sesuai dengan kelompok kode yang telah ditetapkan. Satu
kelompok beranggotakan 7-8 peserta. Dalam proses LGD ini, kita ditempatkan
dalam sebuah ruangan dan membentuk setengah lingkaran. Ada dua psikolog yang
akan menilai proses LGD. Tema yang diberikan juga berbeda-beda tiap
kelompoknya, biasanya tentang isu-isu yang sedang booming. Kala itu, saya mendapatkan tema tentang kontroversi Go-Jek
di Jakarta. Kita hanya dibolehkan membawa tagline
(yang tercetak di kartu pendaftaran) serta pulpen untuk mencatat. Selanjutnya,
kita diberikan sebuah artikel yang berisikan tema yang akan didiskusikan. Waktu
yang diberikan untuk diskusi sangat singkat, sekitar 35-40 menit.
Setelah semua peserta mendapatkan
artikel, psikolog tadi memberikan forum sepenuhnya pada kita selama 35-40 menit
ke depan. Tidak ada pemimpin dalam forum
tersebut, sesuai dengan judulnya “leaderless”,
jadi kita bisa berargumen secara proporsional. Namun sebaiknya, tetap harus ada
relawan yang memulai dan menjadi notulen agar diskusi berjalan lancar.
Saat itu kebetulan salah satu peserta,
memohon izin untuk membuka dan memimpin forum. Selama berdiskusi, kita harus
pintar-pintar membagi waktu, karena setiap peserta hanya punya sekitar 4-5
menit saja untuk menyampaikan pendapat. Baiknya, selama menyampaikan pendapat dengan
sistematis dan tidak terlalu lantang, karena bukan debat. Usahakan juga untuk tetap
menghargai pendapat orang lain dan jangan memotongnya. Karena semua prilaku
kita selama berdiskusi akan dinilai oleh psikolog. Disamping itu, teman-teman
satu kelompok LGD juga individu yang potensial. Seperti teman-teman saya
kemarin, Amrina Mustaqim, Eka Suryana Saputra, Muhammad Ridwan Saad, Muhammad
Hassan Syamsudin, Utin Elsya Puspita, Yuliati, Yusi Nurcahya Dewi. Semoga kita
lulus semua ya kawan, he. Dua menit sebelum waktu habis, psikolog akan
mengingatkan kita, dan eloknya dua menit terakhir itu digunakan oleh notulen
untuk menyampaikan kesimpulan diskusi.
Verifikasi
dan Wawancara
Pada tahap verifikasi ini kita cukup
dengan menyerahkan seluruh berkas administrasi sebagaimana persyaratan yang
dilampirkan pada pengumuman kelulusan seleksi administratif. Proses penyerahan
berkaspun cukup sederhana tinggal mengikuti antrian sesuai dengan kelompok
wawancara yang sudah tertera di lampiran jadwal seleksi substantif. Namun
seperti yang saya bilang sebelumnya, bahwa verifikasi dan wawancara bisa
berlangsung lebih cepat, jadi lebih baik satu jam sebelum jadwal kita sudah
siap di ruang verifikasi. Setelah dicap dan dinyatakan “verified” oleh panitia, maka kita sudah bisa mengikuti seleksi
wawancara.
Dalam tahap wawancara, kebetulan saya
mendapatkan urutan terakhir cukup mundur dari jadwal yang ditentukan. Saya baru
masuk ruang wawancara pukul 17.15 WIB, seharusnya pukul 16.40 WIB saya sudah
masuk ruangan. Ya bagaimanapun kita harus sabar menunggu dalam tahap seleksi
wawancara ini. selama menunggu di luar, seperti peserta lainnya saya merasa
sangat gugup,cemas, nervous, tidak PD
dan sejenisnya. Untuk meredakan rasa itu semua, cukup dengan ngobrol bareng
peserta lainnya. Setidaknya kita jadi lupa dengan perasaan gugup ataupun nervous. Hingga akhirnya saat sudah
tidak ada peserta lagi yang tersisa, barulah nama saya dipanggil panitia dan
langsung masuk ke dalam ruangan. Setelah masuk ruangan wawancara, saya menuju
ke meja 7, sesuai dengan kelompok wawancara dan anehnya saya tidak lagi merasa
cemas, malah saya semakin PD saat berhadapan dengan interviewer.
Saya langsung disambut hangat oleh
ketiga interviewer, yang masing-masing terdiri dari dua orang akademis dan
seorang psikolog. Saya diberikan kesempatan memperkenalkan diri terlebih
dahulu. Selepas itu barulah saya ditanya mengenai banyak hal.
Mulai dari background pendidikan S1,
skripsi yang saya kerjakan saat s1 dan manfaatnya, proyeksi tema/gagasan
tentang tesis saat studi S2 kelak, dan tentunya pertanyaan seputar bidang
keilmuan kita. Saat itu kebetulan saya sudah memperkenalkan diri sebagai
alumnus pendidikan fisika namun fokus dalam kajian kurikulum 2013 sesuai dengan
skripsi, akhirnya pertanyaan pun berkutat tentang Kurikulum 2013 serta
kebijakan-kebijakan pendidikan lainnya.
Pertanyaan lainnya mengenai cita-cita
atau apa yang akan kita lakukan setelah selesai studi S2, mungkin teman-teman
banyak yang menjawab akan mengajar di kampus sebagai dosen, tapi sebaiknya juga
ditambahkan dengan peran apa yang bisa kita berikan bagi masyarakat dan negara
setelah kita lulus S2 nanti. Itu adalah salah satu poin penting dari visi misi
LPDP. Usahakan kita punya rencana atau gagasan yang futuristik dan berimbas
terahadap masyarakat luas.
Disamping itu pertanyaan mengenai keaktifan
di organisasi serta tentang karakter diri pun sering dilontarkan oleh bapak/ibu
psikolog. Saat itu pertanyaan yang dikeluarkan bermula dari essay “sukses
terbesar dalam hidup” dan “kontribusiku terhadap Indonesia” yang saya tulis.
Pertanyaan lainnya mengenai kelebihan dan kelemahan kita, hambatan dalam
belajar, faktor yang memotivasi saat belajar, bagaimana kita bisa bangkit dari
keterpurukan, dan terkadang juga pertanyaan tentang keluarga kita. Wawancara
pun berlangsung cukup singkat, mungkin hanya 20 menit saja. Memang menurut
beberapa teman, durasi waktu wawancara berbeda-beda ada yang sebentar ada yang
lama tergantung kepuasan si interviewer.
Alhamdulillah saya bisa menjawab
seluruh pertanyaan yang disampaikan, dengan lancar dan terkadang menggebu-gebu,
karena yang saya rasakan seperti mengikuti sidang skripsi. hehe, . Akhirnya
saya hanya bisa berharap saja semoga interviewer sudah puas dengan jawaban dan
gagasan saya. Dan tentunya saya berharap bisa lolos beasiswa ini. Mohon doanya
juga ya kawan.
Langganan:
Postingan (Atom)