sebuah blog dari saya untuk anda untuk kita dan untuk mereka

Another Widget

Senin, 24 Agustus 2015

On 02.07 by Unknown   2 comments
Oleh Irfan Fauzi
Mudik tahun 2015 ini terasa berbeda bagi saya. Perbedaan mudik tahun ini dengan tahun sebelumnya yaitu mengenai status saya yang sudah bukan mahasiswa lagi, dimana saya melakoni prosesi wisuda pada akhir Maret 2015. Saat berkumpul dengan keluarga besar di Garut, seluruh keluarga bercerita tentang kehidupannya di perantauan baik yang di Pulau Jawa maupun luar Jawa. Tentunya cerita kesuksesan yang ingin kami dengar bersama, meskipun terkadang cerita kurang beruntung baik dalam hal pekerjaan maupun studi selalu ada. Lantas timbul dalam benak saya, sebenarnya kesuksesan apa yang telah saya raih saat ini?

Sukses menurut perspektif kebanyakan orang tidak jauh dari kesuksesan materi. Pemudik saat pulang kampung membawa mobil bersama keluarga, membagi uang lebaran kepada sanak saudara, punya rumah di kota, berarti mereka sukses. Itu kata kebanyakan orang. Tetapi bagi saya, terlalu sempit jika mendefinisikan sukses dalam perspektif materi.

Diluar sana banyak orang sukses yang secara materi “pas-pasan” namun kehadirannya dibutuhkan banyak orang, karena kebergunaannya sebagai individu dalam suatu entitas/ masyarakat. Orang yang demikian tentu akan merasakan bahagia ketika dirinya bisa bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Apakah setiap kesuksesan materi akan berdampak kepada kebahagiaan kita? Jika bahagia, mestinya para pengusaha dan pejabat yang secara materi sudah mapan tidak akan melakukan KKN demi mendapatkan harta yang lebih banyak. Saya lebih sepakat jika sukses didefinisikan sebagai capaian-capaian yang telah kita lampaui dan setiap lompatan tersebut memiliki kebermanfaatan bagi masyarakat atau entitas di sekitar kita.

Saya menjalani SD di Indramayu, selepas SD saya merantau ke Garut untuk menempuh studi MTs dan MA saya di Pesantren Persis Tarogong. Selama menempuh studi di Mts dan MA, dari segi prestasi saya termasuk siswa yang berprestasi, dengan ranking yang tidak jauh-jauh dari lima besar. Namun saya termasuk siswa yang  “kuuleun” atau lebih tepatnya sulit bergaul dan pemalu. Untuk presentasi di kelas saja masih grogi. Terlebih saat di asrama dulu, selepas shalat Isya selalu ada latihan ceramah yang diadakan di ruang utama masjid pondok. Meskipun sudah sering ceramah di depan para santri tetap saja penyampaian materi terlalu kaku dan tekstual. Itu terjadi karena saya masih belum percaya diri.

Perubahan terjadi dimulai saat akhir kelulusan MA pada tahun 2010, dimana saya menjalani masa pengabdian desa di Garut bagian Utara. Disana saya mulai belajar berbaur dengan masyarakat setempat. Mengajar TPA dan anak-anak SD, mengikuti rapat desa, hingga mengajarkan bela diri dasar kepada anak-anak desa setempat. Dari situ saya mulai berani untuk belajar berbaur dengan masyarakat.

Saat menjalani kuliah di UIN Sunan Kalijaga, saya tidak hanya menjalankan rutinitas perkuliahan, saya juga mengikuti beberapa organisasi baik intra maupun ekstra. Di organisasi intra saya mulai berproses di UKM Olahraga, mulai dari anggota hingga diamanahi sebagai Ketua Divisi Tenis Meja. Disamping itu di BEM Jurusan, saya juga terlibat dalam beberapa kegiatan seperti seminar hingga kunjungan prodi.

Keaktifan saya di organisasi ekstra juga menjadi pemicu untuk tetap percaya diri kala berbicara di depan publik. Di organisasi alumni pesantren, saya menjadi tim pengenalan kampus Yogya di pesantren-pesantren  Persis yang ada di Jakarta, Bandung, hingga Ciamis. Saya juga aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Saya berproses mulai dari tingkat Komisariat hingga tingkat Cabang. Di komisariat diamanahi sebagai sekretaris umum, sedangkan di cabang saya berproses di Tim Perkaderan/pengelola latihan. Sehingga tidak jarang saya juga mengelola training-training baik formal maupun informal di tiap sturktur kepemimpinan HMI baik komisariat maupun cabang. Terakhir, sebelum saya lulus saya sempat menjadi pemandu Latihan Kader II Nasional HMI dimana pesertanya berasal dari kampus-kampus dari berbagai daerah di Indonesia.


Demikianlah lompatan yang saya lalui, mulai dari yang pemalu dan selalu grogi saat berbicara di depan umum, sulit untuk berbaur dengan masyarkat, hingga kini bisa menjadi pemandu/pengelola training perkaderan. Keberanian ini juga sangat membantu saya dalam menyelesaikan studi di Pendidikan Fisika UIN Sunan Kallijaga. Kegiatan perkuliahan yang melibatkan kalayak umum seperti KKN, dimana saya menjadi ketua tim, kemudian Program Pelatihan Profesi (PLP) di Madrasah Aliyah hingga penyusunan Skripsi tentang Implementasi Kurikulum 2013 di enam SMA Negeri Kabupaten Bantul dapat saya lalui dengan lancar dan nilai yang memuaskan. Keberanian untuk berbicara di depan forum serta kemampuan bersosialisasi dengan masyarakat bagi saya adalah sebuah kesuksesan. Tentunya apa yang saya capai akan menjadi sempurna ketika memiliki sisi kebermanfaatan bagi orang lain. Dan insyaallah apa-apa yang telah saya capai memiliki sisi kebermanfaatan.

2 komentar: